Pengertian Anak Yatim dan Piatu serta Perbedaannya dalam Islam

Penjelasan lengkap tentang pengertian anak yatim, batas umur, adab kepada anak yatim, dan pembahasan lainnya. Cari tahu di sini.


Di dalam Islam, menyantuni anak yatim merupakan suatu hal yang dianjurkan, bahkan Rasulullah akan menjamin surga kepada orang-orang yang mau menanggung hidup golongan anak-anak tersebut.

Tidak hanya itu, Rasulullah juga pernah mengatakan bahwa surga letaknya sangat dekat dengan orang-orang yang ikhlas memberikan santunan kepada anak-anak tersebut. Namun, ada banyak pertanyaan, siapa anak yang patut disantuni. Oleh karena itu, penting tahu definisinya.

Definisi Anak Yatim

Definisi Anak Yatim
Dokumentasi Yatim Mandiri

Berbicara tentang hal ini pasti masih banyak orang yang belum paham siapa yatim itu? Jika, didefinisikan secara bahasa kata “yatim” memiliki arti infirad atau sendiri.

Di dalam bahasa Arab semua yang sendiri disebut yatim, sebagai contohnya adalah makna dari al-yatimah yang memiliki arti janda yang hidup sendiri. (Muhammad Abu Manshur al-Harawi w. 370 H, Tahdzib al-Lughat, h. 14/ 242, lihat pula: Ibnu Faris ar-Razi w. 395 H, Mujmal al-Lughat, h. 1/ 941)

Kata yatim digunakan untuk manusia, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ali bin Muhammad al-Jurjani (w. 816 H) di dalam kitabnya bernama at-Ta’rifat.

Yang di dalamnya menuturkan bahwa anak yatim adalah seseorang anak yang bapaknya telah meninggal, sedangkan pada hewan adalah hewan yang induknya telah mati.” (Ali bin Muhammad al-Jurjani (w. 816 H), at-Ta’rifat, h. 258)

Jadi, menurut istilah syara’ yang dimaksud dengan seorang anak yatim adalah seorang anak belum baligh yang ditinggal mati oleh bapaknya. Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika seorang anak tersebut telah memasuki usia baligh dan dewasa.

Baca Juga : Adab Rasulullah Pada Anak Yatim yang Patut Dicontoh

Perbedaan Anak Yatim dan Piatu

Perbedaan Anak Yatim dan Piatu

Seperti yang diketahui, orang-orang yang berhati mulia yang mau menyantuni anak-anak kurang beruntung tersebut, akan mendapatkan keistimewaan dari Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Memberikan santunan kepada anak-anak kurang beruntung tersebut merupakan tindakan yang sangatlah mulia dalam ajaran Agama Islam, saking istimewanya setiap tanggal 10 Muharram secara khusus dikenal sebagai hari anak yatim.

Pada hari tersebut, banyak umat Islam yang datang berbondong-bondong memberikan santunan. Namun, terkadang ada beberapa orang yang belum dapat membedakan antara yatim dan piatu dan menganggap mereka sama.

Padahal kedua golongan anak-anak tersebut memiliki perbedaan, dari namanya pun jelas berbeda tentu maknanya pun juga lain.

Maka dari itu, penting sekali memahami definisi antara “yatim”, “piatu”, serta “yatim piatu” karena ketiga istilah tersebut memiliki perbedaan yang cukup mencolok.

Menurut pengertian syariat, seorang anak yatim adalah seorang anak yang belum baligh yang ditinggalkan oleh ayahnya karena telah meninggal dunia.

Sedangkan seorang anak piatu adalah seorang anak yang belum baligh yang ditinggalkan oleh ibunya karena telah meninggalkan dunia.

Definisi seorang anak yatim piatu adalah seorang anak yang belum baligh yang sudah ditinggalkan oleh ayah dan ibunya karena kedua orang tuanya tersebut telah meninggal dunia.

Oleh karena itu, di dalam Agama Islam golongan anak-anak yang sudah tidak memiliki kedua orang tuanya ditempatkan sebagai yang utama dalam pemberian santunan, dibandingkan anak yang hanya ditinggalkan mati ayah atau ibunya.

Hal ini bisa dimaklumi karena anak-anak tersebut tidak hanya mengalami kondisi kekurangan secara materi. Tapi mereka juga kurang mendapatkan rasa kasih sayang dari kedua orang tua, sehingga lebih utama dan perlu diperhatikan.

Baca Juga : 7 Jenis Sumbangan Untuk Anak Yatim yang Perlu Dipahami

Batasan Usia Anak Yatim dalam Islam

Batasan Usia Anak Yatim dalam Islam
Dokumentasi Yatim Mandiri

Ketika datang ke panti asuhan pasti tidak semua anak di sana masih berstatus sebagai yatim, karena ada beberapa yang sudah baligh.

Jika, seseorang berencana mengadopsi anak kurang beruntung tersebut sebaiknya carilah yang belum mencapai usia baligh.

Lalu bagaimana cara membedakannya? Caranya mudah, yaitu perlu mengetahui batas umur anak yatim terlebih dahulu.

Dalam penetapan usia baligh bagi yatim maupun yatim piatu, terdapat 4 faktor yang akan menjadi pertimbangan, di antaranya adalah:

  • Anak laki-laki yang telah mengeluarkan air mani yang bisa saja terjadi ketika bermimpi atau saat melakukan aktivitas lain.
  • Sementara untuk anak perempuan yang sudah mencapai usia baligh yaitu ketika sudah mengalami siklus menstruasi atau haid.
  • Untuk menentukan apakah seorang anak sudah mencapai usia baligh atau tidak, juga dapat diketahui dari pertumbuhan bulu di area sekitar kemaluan, baik pada anak laki-laki maupun anak perempuan.
  • Batas usia minimal anak laki-laki dan anak perempuan yang telah memasuki usia baligh masing-masing yaitu 15 tahun dan 9 tahun.

Baca Juga : Dahsyat! Keutamaan Doa Anak Yatim yang Pasti Terkabulkan

Adab kepada Anak Yatim

Adab kepada Anak Yatim

Golongan anak yang telah ditinggal wafat ayahnya ini tercatat dalam beberapa ayat di Al-Qur’an, sehingga bisa disimpulkan bahwa perhatian dan kedudukannya pun besar dalam sudut pandang Agama Islam.

Kehilangan sesosok orang tua sebagai panutan dan pembimbing, membuat mereka perlu diberikan perhatian lebih dari anak-anak lain. Sebagai sesama umat muslim, ada adab dan kewajiban berperilaku baik kepada mereka.

Tidak hanya itu, setiap umat muslim dilarang menghina dan memperlakukan mereka dengan semena-mena. Orang-orang yang tulus dan ikhlas memberikan perhatian dan perlindungan kepada mereka akan diberikan balasan baik oleh Allah SWT.

Sebaliknya, orang-orang yang tidak segan kasar dan berperilaku buruk kepada mereka, akan yang diberikan hukuman yang setimpal oleh Allah SWT.

Dari berbagai keterangan di dalam ayat Al-Qur’an dan sunnah dari Rasulullah SAW, bisa disimpulkan bahwa mereka adalah anak-anak istimewa yang harus diperlakukan dengan baik.

Di dalam Al-Qur’an juga telah menjelaskan perintah dan kewajiban para umat muslim dalam menyantuni dan memelihara mereka dengan kasih sayang yang tulus dan ikhlas. Berikut ini beberapa adab yang wajib dilakukan oleh para umat muslim kepada anak-anak yatim yang di antaranya adalah:

1. Berbuat Baik

Di dalam surat An-Nisa ayat 36 tertulis seruan atau perintah untuk berbuat baik kepada ibu, ayah, kerabat, dan anak-anak yatim.

Dalam ayat tersebut bisa disimpulkan bahwa umat muslim harus selalu berbuat baik kepada anak-anak yatim.

Berbuat baik yang dimaksud yaitu memberikan ketenangan dan kesejahteraan bagi hidup anak-anak tersebut.

Memperlakukan mereka dengan baik akan membantu meringankan beban serta meningkatkan semangat hidup anak-anak yatim tersebut.

Jadi, jika seseorang belum sanggup atau belum memiliki rezeki yang cukup untuk menyantuni atau merawat mereka.

Setidaknya perlakukan anak-anak tersebut dengan baik, jangan sekali pun menghina maupun menghardik mereka dengan kata-kata kasar.

Di usianya yang masih belia tersebut, mereka membutuhkan kasih sayang dari orang-orang di sekelilingnya. Untuk tetap semangat dalam menjalani hidup dan tidak merasa sendirian meskipun telah ditinggal mati oleh orang tuanya.

2. Memuliakan Mereka

Kewajiban para umat muslim kepada anak-anak yatim tidak hanya sebatas berperilaku baik saja. Sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Fajr ayat 17 yang tertulis:

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim.” (Al-Fajr: 17)

Pernyataan dari surat Al-Fajr ayat 17 tersebut bisa disimpulkan bahwa memuliakan anak-anak yatim juga menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh sesama umat muslim.

Dilarang keras menghina, apalagi merendahkan mereka, serta mengeluarkan kata-kata kasar yang menyinggung perasaan mereka.

Karena perbuatan tersebut paling tidak disukai oleh Allah SWT, terlebih lagi perilaku kasar yang disertai dengan memukul. Tentunya perilaku tersebut sangat dilarang karena dapat membuat mereka semakin merasa terpuruk dan kehilangan keceriaannya.

Jika, hal tersebut dilakukan oleh orang-orang di sekelilingnya kemungkinan yang terjadi akan mengganggu kondisi psikisnya. Sehingga mereka memiliki kecenderungan menyendiri dan merasa sangat terpuruk.

Padahal mereka adalah golongan anak yang membutuhkan uluran tangan dan kepedulian dari orang-orang di sekitarnya.

Baca Juga : Cara Menyayangi Anak Yatim Sesuai Ajaran Rasulullah

3. Mengurus Mereka Secara Patut dan Adil

Sebagai orang tua asuh atau orang-orang yang bertanggung jawab mengelola panti asuhan, harus mengurus mereka secara patut dan adil. Dengan begitu, anak-anak tersebut akan hidup dengan baik dan tidak terlantar.

Penting diingat bahwa anak-anak yatim juga mempunyai hak untuk hidup dengan sebaik-baiknya seperti anak-anak lain. Jadi, ketika seseorang menjadi orang tua asuh tidak diperkenankan memberikan kasih sayang yang berbeda kepada mereka.

Ketika memutuskan untuk merawat anak tersebut, tentunya harus siap menyaingi dan mengasihi mereka seperti anak kandung sendiri. Maka dari itu, tidak boleh ada perbedaan perlakuan antara mereka dengan anak kandung jadi semuanya harus sama dan adil.

4. Tidak Membedakan dan Menganggap Mereka Seperti Saudara

Allah SWT juga memerintahkan umat muslim agar selalu peduli kepada anak-anak yatim, serta tidak membedakan mereka dan menganggapnya seperti saudara sendiri.

Sikap seperti ini dilakukan agar mereka merasa diterima dan tidak diasingkan sehingga merasa orang-orang di sekelilingnya sayang kepada dirinya.

Tidak membedakan dan menganggap mereka seperti anak sendiri juga akan membuat anak-anak tersebut merasa lebih bahagia dan tidak sendirian. Jadi hal tersebut akan berdampak baik terhadap kondisi psikis dalam masa pertumbuhannya tersebut.

Contoh sikap tidak membedakan salah satunya adalah memberikan kasih sayang yang sama dan adil antar anak. Misalnya, anak kandung diberikan baju baru yang mahal berarti kita sebagai orang tua asuh juga harus membelikan mereka baju yang sama.

Jika, menjadi pengasuh maupun pengelola panti asuhan tentunya tidak boleh bersikap tidak adil kepada beberapa anak. Semuanya harus diperlakukan sama, mulai dari jatah makan, jatah uang saku, dan hal lainnya harus dilakukan secara adil.

5. Memberi Santunan

Tidak semua anak-anak yatim hidup berkecukupan dan memiliki harta warisan yang cukup dari orang tuanya. Sebagian banyak yang hidup miskin dan kurang layak sehingga mereka membutuhkan uluran tangan dari orang-orang berhati mulia.

Memberikan santunan kepada anak-anak yatim menjadi sebuah kewajiban bagi umat muslim yang berkecukupan dan memiliki kondisi ekonomi yang mapan. Oleh karena itu, bagi orang-orang kaya yang belum siap menjadi orang tua asuh disarankan untuk memberikan santunan kepada mereka.

Baik secara langsung datang ke rumahnya atau dengan mengunjungi panti asuhan. Santunan tersebut bisa dalam bentuk uang maupun makanan, saat ini banyak lembaga yang membantu menyalurkan santunan orang-orang berhati mulia.

Seperti yang tertulis di Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 77 yang berbunyi sebagai berikut:

“.. dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim.” (Al-Baqarah: 177)

Di dalam surat Al-Baqarah ayat 77 tersebut bisa disimpulkan bahwa Allah SWT memerintahkan semua umat muslim, untuk memberikan santunan kepada anak-anak kurang beruntung ini.

6. Memperbaiki Rumah

Rumah adalah salah satu kebutuhan pokok bagi semua manusia, yang berguna untuk berlindung dari panas dan hujan serta menjadi tempat beristirahat selepas menjalankan aktivitas.

Ketika melihat rumah anak-anak yatim dalam kondisi yang tidak layak dan memprihatinkan, sudah sebuah keharusan bagi orang-orang di sekitarnya untuk membantu memperbaiki rumah tersebut.

Perilaku terpuji ini telah dicontohkan oleh Nabi Khidir A.S saat Nabi Musa A.S mengikutinya untuk menimba ilmu, tentunya perilaku tersebut harus kita contoh sebagai umat muslim.

Dengan membantu memperbaiki rumahnya secara tidak langsung, kita telah membantu memberikan kehidupan yang layak untuk mereka.

7. Melindungi Harta Anak Yatim

Ketika mereka memiliki harta warisan dari peninggalan orang tuanya, sebagai sesama umat muslim terutama bagi yang memiliki sifat amanah. Wajib memelihara dan melindungi harta benda tersebut dan dilarang keras mengambilnya.

Jika, hal tersebut dilakukan akan menjadi dosa jika dengan sengaja menggunakan atau mengambil harta yang bukan haknya. Bahkan di dalam Al-Qur’an telah ditegaskan mengenai larangan mendekati dan mengambil harta mereka, yang tertulis dalam surat Al-Israa ayat 34 yang berbunyi:

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik..” (Al-Israa’: 34)

Di antara kelompok orang-orang yang lemah (kaum dhuafa), anak-anak yatim selalu menjadi urutan nomor satu.

Oleh karena itu, tidak heran jika mereka disebutkan sebanyak 23 kali di dalam Al-Qur’an. Berbuat baik kepada mereka termasuk salah satu tanda keimanan, ketakwaan, dan kemuliaan seorang muslim.

Berbagai pahala dan ganjaran baik akan diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang mengasihi dan menyantuni anak-anak yatim. Beberapa ganjaran baik yang akan diterima di antaranya yaitu:

  • Mendapat pahala berlipat-lipat ganda
  • Memiliki rezeki lapang
  • Memperoleh kecukupan dan dimasukkan dalam golongan orang beriman serta bertakwa

Kepedulian Islam Terhadap Anak Yatim

Di dalam Agama Islam anak-anak yatim menjadi golongan utama yang harus diberikan uluran tangan.

Di dalam kajian ushul fiqih disebutkan mereka sebagai mafhum al-muwafaqah fahwa al-khitab (pemahaman yang sejalan dengan yang disebutkan, tapi yang tidak disebut lebih diutamakan).

Itu karena, golongan yatim piatu lebih membutuhkan santunan dari pada golongan anak-anak yatim. Islam memberikan tempat yang sangat istimewa bagi mereka.

Hal tersebut bisa dilihat dengan jelas bahwa yatim disebutkan sebanyak 22 kali di dalam Al-Qur’an yang di antaranya yaitu di dalam surat:

  • Surat al-An’am ayat 152
  • Surat Al-Isra ayat 34
  • Surat Al-Fajr ayat 17
  • Surat Ad-Dhuha ayat 6 dan 9
  • Surat Al-Maun ayat 2
  • Surat Al-Insan ayat 8
  • Surat Al-Balad ayat 15
  • Surat Al-Kahfi ayat 82
  • Surat Al-baqarah ayat 83, 177, 215, dan 220
  • Surat An-Nisa’ ayat 2,3,6,8,10,36 dan 127
  • Surat Al-Anfal ayat 41
  • Surat Al-Hasyr ayat 7

Ajaran Agama Islam mewajibkan umat muslim untuk menyantuni anak-anak yatim yang kurang beruntung dan hidup kekurangan.

Di dalam Islam mereka juga berhak mendapat bagian dari fai’ yaitu harta yang didapatkan dari musuh yang diambil tanpa perang terlebih dulu (QS.59:7). Serta harga dari ghanimah yaitu harta yang didapatkan dari rampasan perang (QS.8:41).

Tidak hanya itu, mereka juga berhak mendapatkan bagian dari infak dan sedekah (QS.2:215, QS.90:15, dan QS.76:8). Di dalam Al-Qur’an pun telah mengatur tata cara merawat dan memelihara anak-anak yatim yang berkecukupan dan memiliki harta warisan dari orang tuanya.

Di dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 10 tertulis sebagai berikut: ‘’Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nya (neraka).’’

Jadi, menggunakan atau mengambil hak dan harta mereka merupakan tindakan yang sangat dilarang dalam Islam. Serta di dalam surat Al-An’am ayat 152 juga tertulis:

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa…’’

Makna dari ayat tersebut menjelaskan bahwa seseorang boleh mengelola atau memanfaatkan harta warisannya asalkan untuk tujuan baik. Yakni untuk mencukupi kebutuhan si anak tersebut hingga ia dewasa.

Di dalam Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa melarang orang tua wali yang kaya untuk memakan harta anak-anak yatim dan memperbolehkan orang tua wali yang miskin untuk memakan harta anak yatim yang diasuh. Seperti yang tertulis di dalam surat An-Nisa ayat 6 berikut ini:

’Barangsiapa (di antara pemelihara anak yatim itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka…’’

Kepedulian Islam terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak yatim tidak terbatas dalam hal-hal yang bersifat materi saja, contohnya seperti harta.

Tapi juga mencakup hal-hal secara umum yang bersifat psikis. Seperti yang tercantum dalam surat Ad-Duha ayat 9, di mana Allah SWT berfirman:

’Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.’’

Tidak hanya itu, Allah SWT juga berfirman:

’Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim.’’ (QS.107:1-2).

Jadi, itulah bentuk kepedulian Islam terhadap anak yatim dalam mengatur cara merawat hingga adab dalam memperlakukan mereka. Semoga kita selalu diberikan limpahan rezeki supaya bisa selalu menyantuni golongan anak-anak tersebut.

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top
Jadi Orang Tua Asuh