Kisah Wakaf Abu Thalhah, Sahabat dari Kalangan Anshar

Sudah baca kisah wakaf Abu Thalhah? Jika belum, umat muslim wajib membaca kisah inspiratif beliau yang sangat dermawan di masanya.


Abu Thalhah merupakan salah satu sahabat Rasulullah dari kalangan Anshar yang memiliki nama lain Zaid bin Sahl. Kisah wakaf Abu Thalhah termasuk cerita sangat populer di kalangan umat muslim, karena beliau mewakafkan kebun Bairuha yang sangat dicintainya untuk kepentingan umat. 

Semasa hidupnya, Abu Thalhah sangatlah berjasa dalam sejarah Islam, bahkan setelah Rasulullah SAW wafat pun beliau masih setia dengan kebaikannya. Bahkan setelah beliau menghembuskan napas terakhirnya, wakaf yang beliau berikan masih mengalir manfaatnya bagi umat Islam. 

Kisah Wakaf Abu Thalhah

Banyak kisah-kisah inspiratif dari sahabat-sahabat Rasulullah yang patut dicontoh dan salah satunya adalah kisah wakaf Abu Thalhah. Beliau bersedia menyumbangkan harta yang paling dicintainya untuk kesejahteraan umat muslim dan inilah kisah singkatnya: 

1. Kebun Bairuha

Kebun Bairuha atau bisa disebut juga dengan Biraha merupakan salah satu kebun milik Abu Thalhah sahabat Rasulullah SAW yang berada di area Masjid Nabawi. Pada zaman Muawiyah, di sekitar kebun milik Abu Thalhah ini dibangun benteng istana yang terkenal dengan nama Istana Bani Judailah. 

Ulama bersepakat bahwasannya lokasi kebun kurma milik Abu Thalhah adalah kawasan dibinanya lima buah kubah biru yang berada di bagian utara alias di belakang Masjid Nabawi. 

Ketika berkesempatan berkunjung ke Masjid Nabawi dan memasukinya melalui pintu belakang yang berada di bawah 5 kubah, ingatlah bahwa tempat tersebut adalah letak dari kebun kurma Bairuha milik Abu Thalhah. 

Dulu di masanya, kebun kurma Bairuha milik Abu Thalhah ini menjadi tempat yang selalu disinggahi oleh Rasulullah ketika ingin memakan kurma dan minum dari sumber air yang ada di kawasan kebun Bairuha. Sumber air inilah yang merupakan satu-satunya sumber air paling bersih di Madinah pada masa Rasulullah. 

Kebun kurma Bairuha memiliki nilai yang sangat mahal dan diwakafkan oleh sang pemilik, yakni Abu Thalhah sebagai sedekah harta paling disayangnya. Sungguh, Abu Thalhah merupakan salah satu sahabat Rasulullah yang memiliki hati mulia, sehingga rela mewakafkan harta kesayangannya untuk kepentingan umat. 

2. Awal Mula Abu Thalhah Memeluk Islam

Kisah Wakaf Abu Thalhah dimulai ketika beliau sangat ingin memperistri seorang wanita cantik yang berasal dari Kota Madinah, yakni Ummu Sulaim. Akan tetapi, wanita cantik asal Madinah tersebut enggan dinikahi oleh Abu Thalhah, dengan alasan keduanya memiliki keyakinan perihal agama yang berbeda. 

Setelah itu, Ummu Sulaim memberikan syarat mahar kepada Abu Thalhah jika beliau tetap ingin menikahinya, yakni dengan memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pada akhirnya, Abu Thalhah mengiyakan syarat dari Ummu Sulaim dan mengucapkan kalimat syahadat sebagaimana mestinya untuk menjadi mualaf. 

3. Wakaf Abu Thalhah Setelah Masuk Islam

Sedangkan awal mula beliau mewakafkan harta yang paling dicintainya, yakni kebun kurma Bairuha adalah ketika Allah SWT menurunkan firman-Nya dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 92, yang artinya:

“Kamu sekali–kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.

Setelah mendengar firman Allah SWT, Abu Thalhah langsung bergegas mendatangi Rasulullah SAW guna menyampaikan tentang ayat tersebut. Abu Thalhah juga menyampaikan niatnya untuk bersedekah karena Allah, yakni dengan mewakafkan kebun kurma yang sangat beliau cintai, Bairuha. 

Abu Thalhah juga mengatakan bahwa beliau bersedia dan ikhlas mewakafkan kebun kurmanya, agar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat Islam. Kebun kurma yang bernilai sangat tinggi tersebut berada tepat di depan Masjid Nabawi dan telah dimanfaatkan untuk kepentingan umat Islam sebagai harta wakaf. 

4. Saran Rasulullah kepada Abu Thalhah

Setelah mendengar niat baik Abu Thalhah, Rasulullah SAW menyambutnya dengan penuh suka cita hingga menguasakan teknis pembagian tersebut kepada sang pemiliknya sendiri dengan berkata:

“Inilah harta yang diberkahi. Aku telah mendengar apa yang kau ucapkan dan aku menerimanya. Aku kembalikan lagi kepadamu dan berikanlah ia kepada kerabat–kerabat terdekatmu”

Rasulullah kemudian menyarankan agar Abu Thalhah memberikan harta tersebut kepada saudara atau kerabat terdekatnya terlebih dahulu, lalu sisanya dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. 

Manfaat dan Hikmah Berwakaf

Dari kisah wakaf Abu Thalhah yang patut diteladani, tersimpan manfaat dan hikmah dari hal baik tersebut. Tentunya tidak hanya memberikan kebaikan kepada diri sendiri, wakaf juga memberikan jutaan kebaikan untuk orang lain, terutama yang membutuhkan. 

  • Melatih Jiwa Sosial dan Membantu Kesulitan

Berwakaf merupakan salah satu sarana yang positif karena mampu melatih jiwa sosial seseorang. Bagi yang memiliki rezeki atau harta yang lebih dari cukup untuk diri sendiri, bisa membagikannya kepada saudara-saudara yang tidak mampu atau kesulitan, salah satunya dengan mewakafkan tanah dan lainnya. 

  • Pengingat Bahwa Harta di Dunia Tidak Kekal

Dengan berwakaf, akan ada satu pelajaran berharga yang didapatkan, yakni harta yang dimiliki harus dibagi dengan orang lain yang lebih membutuhkan. Tentu saja hal tersebut juga menjadi pengingat bahwa harta di dunia bersifat tidak kekal. 

Ada sebagian hak orang lain di dalam harta kita, sehingga berbagi dengan sesama adalah jalan terbaik. Kehidupan dunia hanya sementara, sedangkan akhirat selamanya dan bekalnya diperoleh dari kehidupan di dunia. 

  • Amalan Tidak Terputus

Wakaf merupakan salah satu amalan yang tidak dapat terputus, meskipun sudah meninggal dan jasadnya tertimbun tanah, dengan catatan apabila dikelola secara terus-menerus. 

Dengan demikian, meskipun kita sudah tidak hidup di dunia, namun amalan tetap mengalir karena wakaf masih bermanfaat bagi orang lain yang hidup di sekitar kita. Tidak ada yang lebih menguntungkan di dunia ini dibandingkan dengan amalan yang terus mengalir, meskipun raga sudah tidak bernyawa lagi. 

  • Mencegah Kesenjangan Sosial

Kesenjangan sosial menjadi salah satu faktor yang mampu mengakibatkan perpecahan dalam kehidupan persaudaraan. Hal ini tentu perlu dihindari dengan ketat, agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. 

Salah satu hal yang dapat mencegah terjadinya kesenjangan sosial dan mempererat tali persaudaraan adalah melakukan wakaf. Mengapa demikian? Pasalnya, dengan berwakaf untuk kepentingan umum, maka seluruh masyarakat yang berdampak akan merasakan manfaat sama rata. 

Orang-orang yang tidak mampu dan masih dalam belenggu kekurangan bisa menikmati sarana-sarana publik lebih baik, sedangkan orang-orang yang berada dapat berbagi dengan sesama. Maka dari itu, kesenjangan sosial akan semakin kecil, bahkan dapat dihilangkan dan tali persaudaraan pastinya akan lebih erat lagi. 

  • Mendorong Pembangunan Negara

Wakaf yang ditujukan untuk pembangunan sarana prasarana, misalnya saja seperti sekolah, Yayasan pendidikan, kemudian asrama, dan fasilitas umum lainnya, pasti akan memberikan dampak positif pada negara. 

Dampak baiknya adalah pembangunan negara akan terdorong dengan adanya wakaf, sehingga mampu meningkatkan kemajuan bidang-bidang lainnya yang masih bersangkutan. 

Kisah wakaf Abu Thalhah bisa dijadikan sebagai inspirasi dan jika ingin berwakaf, maka silahkan datang ke Yayasan Yatim Mandiri. Berbagai jenis wakaf bisa dilakukan tanpa perlu merasa keberatan, karena di zaman sekarang wakaf tidak perlu mahal.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top