Kisah Wakaf Umar bin Khattab, Sahabat Nabi yang Dermawan

Kisah wakaf Umar Bin Khattab yang merupakan salah satu sahabat Rasulullah SAW sangatlah menginspirasi. Beliau adalah sahabat Nabi yang sangat dermawan, buktinya mewakafkan tanah yang subur miliknya. Jika ingin mengetahui kisahnya, simak sampai selesai artikel ini.


Kisah inspiratif dari para sahabat Rasulullah SAW tidak pernah ada habisnya, salah satu yang paling populer adalah kisah wakaf Umar bin Khattab. Menurut catatan sejarah peradaban Islam, Umar bin Khattab merupakan insan yang mencontohkan wakaf untuk pertama kalinya. 

Wakaf sendiri merupakan salah satu ibadah sunnah yang memiliki beragam keistimewaan, sehingga banyak sahabat Rasulullah yang melakukannya. Lantas, seperti apa kisah Umar bin Khattab dan apa yang beliau wakafkan untuk umat Islam? Berikut ini adalah kisahnya:

Kisah Wakaf Umar bin Khattab

Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat Rasulullah yang menjadi contoh baik, khususnya dalam hal berwakaf. Namun, tidak hanya itu saja, masih ada banyak kebaikan yang beliau lakukan semata-mata karena Allah SWT dan kecintaannya terhadap agama Islam. 

1. Tanah Khaibar

Tanah Khaibar adalah lahan atau wilayah yang sangat subur dan memiliki sumber mata air dalam jumlah banyak. Dengan demikian, tidak heran jika di sekitar tanah Khaibar ditumbuhi oleh pohon kurma yang sangat subur. 

Namun, tanah ini sebelum dimiliki oleh Umar bin Khattab dan para sahabat Rasulullah SAW lainnya merupakan daerah yang ditempati oleh kaum Yahudi. Pastinya sudah banyak yang tahu bahwa sedari dulu kaum Yahudi menyimpan dendam membara terhadap umat Islam. 

Setelah perang Khaibar yang dimenangkan oleh umat muslim pada tahun ke-7 H atau sekitar 629 Masehi, akhirnya keberadaan kaum Yahudi di Madinah juga berakhir. Dengan keluarnya kaum Yahudi dari kawasan Khaibar, maka Rasulullah SAW mendapatkan tanah fa’i sebagai harta rampasan perang.

Lahan yang menjadi harta rampasan perang di wilayah Khaibar meliputi As-Syiqq, Fadak, Al-Katibah, dan juga Nathah. Tanah rampasan perang tersebut secara otomatis menjadi tanah milik negara dan dikelola tergantung dengan kebijakan sang kepala negara, yakni Rasulullah SAW. 

2. Umar Bin Khattab Memperoleh Bagian Tanah Khaibar

Rasulullah Muhammad SAW membagi tanah Khaibar menjadi 17 blok, kemudian dibagi menjadi sekitar 100 kavling yang artinya seluruh tanah peninggalan Yahudi dibagi menjadi 1.700 kavling. Tanah tersebut pada akhirnya dibagikan kepada seluruh tentara dan kaum muslimin di masanya. 

Sedangkan Rasulullah SAW hanya memperoleh sekitar 20% bagian dari seluruh tanah Khaibar sebagai tanah milik negara. Salah satu sahabat Rasulullah SAW yang menerima bagian dari kawasan subur Yahudi ini adalah Umar bin Khattab. 

3. Awal Mula Kisah Wakaf Umar bin Khattab

Umar bin Khattab merupakan mualaf, karena sebelumnya tidak memeluk agama Islam bahkan sangat membenci Rasulullah Muhammad SAW. Bahkan rasa bencinya yang mendalam tersebut membuatnya ingin membunuh sang Rasulullah. 

Namun, Umar bin Khattab yang terkenal akan kekerasannya dalam melawan Islam akhirnya berubah menjadi salah satu sahabat Rasulullah SAW yang hidup untuk membela Islam ketika sudah mengucapkan dua kalimat syahadat. 

Umar bin Khattab berubah menjadi sahabat Rasulullah Muhammad SAW yang paling setia, bahkan selalu memposisikan diri di garda depan untuk melindungi Nabi Muhammad SAW dan juga Islam. Karena kecintaannya dengan Islam begitu besar, suatu hari ia berniat untuk mewakafkan tanah Khaibar yang dibagikan Rasulullah SAW kepadanya. 

Peristiwa perwakafan tanah Khaibar milik Umar bin Khattab terjadi persis setelah perang Khaibar, yakni pembebasan tanah Khaibar pada tahun ke-7 Hijriyah. Sebelum itu, Umar bin Khattab mendatangi Rasulullah SAW untuk mendapatkan petunjuk terkait tanah miliknya tersebut. 

Tanah Khaibar yang ia peroleh dari perang tersebut merupakan salah satu harta yang sangat disukai oleh Umar bin Khattab, karena tanahnya subur dan banyak memberikan hasil panen. Setelah meminta petunjuk, Rasulullah SAW pun mengarahkan Umar bin Khattab agar mewakafkan tanah tersebut. 

Setelah mendapat petunjuk dari Rasulullah SAW, Umar bin Khattab kemudian mencatat wakafnya dalam akta wakaf saat beliau menjadi seorang khalifah. Prosesi wakaf tersebut juga disaksikan oleh para saksi dan beliau pun mengumumkannya. 

4. Wakaf Pertama dalam Sejarah Islam

Kisah wakaf Umar bin Khattab menjadi wakaf pertama yang dilakukan oleh umat Islam dan menjadi contoh bagi umat Islam lainnya. Sejak Umar bin Khattab mewakafkan harta berupa tanah Khaibar yang sangat subur, banyak sahabat dan keluarga Rasulullah SAW yang ikut mewakafkan harta, berupa tanah maupun perkebunannya. 

Banyak sekali yang mewakafkan sebagian hartanya dan ditujukan untuk keluarga maupun kerabat, sehingga akhirnya muncul wakaf keluarga yang disebut sebagai wakaf ahli atau dzurri. 

Setelah Umar bin Khattab mewakafkan tanah Khaibar miliknya, Abu Thalhah yang memiliki kebun kurma Bairuha juga ikut berwakaf. Beliau mewakafkan kebun kurma yang merupakan salah satu harta kesayangannya tersebut untuk kepentingan umat Islam. 

Tidak berhenti pada Umar dan Abu Thalhah, wakaf akhirnya dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah SAW lainnya, mulai dari Abu Bakar yang mewakafkan tanah di Mekah untuk keturunannya, kemudian Utsman bin Affan yang mewakafkan sumur dengan sumber air melimpah, dan masih banyak lainnya. 

Ada juga sahabat Rasulullah SAW lainnya yang mengikhlaskan hartanya untuk diwakafkan, yakni Ali bin Abi Tholib dengan tanah subur miliknya, kemudian Muadz bin Jabal yang mewakafkan rumah yang beliau sebut dengan “Dar al-Anshar”, dan diikuti oleh umat Islam yang dermawan lainnya. 

Rukun Wakaf

Namun sebelum berwakaf, tentu saja perlu mengetahui rukun-rukun wakaf yang berlaku agar wakafnya sah. Rukun wakaf terdiri dari lima hal, yakni yang pertama ‘waqif’ atau disebut juga dengan orang yang berwakaf. 

Sedangkan syarat untuk menjadi waqif atau orang yang berwakaf haruslah memiliki harta yang sah, kemudian dewasa, dan tidak boleh memiliki utang. Rukun yang kedua adalah ‘mauquf’ atau disebut juga dengan harta yang diwakafkan dan sifatnya dapat bertahan lama serta bermanfaat. 

Harta yang diwakafkan dapat berupa tanah, kemudian bangunan, atau dalam bentuk uang. Rukun ketiga adalah ‘mauquf ‘alaih’ atau tujuan wakaf, yaitu guna kepentingan umat secara umum sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. 

Sedangkan rukun keempat adalah sifat wakaf, yang berarti kata-kata atau pernyataan yang disampaikan oleh waqif alias orang yang berwakaf. Tentu saja pernyataan ini harus jelas dan lebih baik disampaikan secara tertulis dan disaksikan oleh para saksi yang dianggap patut dalam akad wakaf. 

Untuk rukun kelima adalah penerima yang akan mengelola harta wakaf dari waqif, baik itu perorangan ataupun lembaga pengelola wakaf. Lembaga tersebut disebut sebagai nazir yang nantinya akan mengucapkan Kabul atau proses penerimaan. 

Lantas, jika tidak ada nazir apakah wakaf yang dilakukan oleh seorang muslim dapat dinyatakan tidak sah? Apabila tidak ada nazir, maka penerimaan atau Kabul akan dilakukan oleh seorang hakim. Dengan demikian, wakaf akan tetap sah karena sudah sesuai dengan rukun wakaf yang berlalu menurut agama Islam. 

Dari kisah wakaf Umar bin Khattab dapat diketahui bahwa wakaf yang beliau lakukan bersifat produktif, karena tanah Khaibar yang diwakafkan tidak berubah pokoknya dan semakin bertambah nilainya. Di masa modern ini, umat Islam masih bisa melakukan wakaf produktif bersama Yayasan Yatim Mandiri. 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top