Wajib Tahu, Beginilah Hukum Mewakafkan Harta yang Dimiliki

Berikut ini pengertian dan Hukum mewakafkan harta yang harus diketahui agar wakaf berjalan sesuai syariat agama Islam, dan diterima oleh Allah SWT.


Ada berbagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengharapkan kebaikan dari-Nya. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan berkah yang berlimpah dari Allah adalah dengan mewakafkan harta yang dimiliki. Terdapat hukum mewakafkan harta yang harus diketahui.

hukum wakaf sendiri bersumber pada Al-Qur’an serta hadits dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Hukum dari wakaf tersebut menjadi sebuah acuan seseorang dalam melaksanakan wakaf tersebut. Artikel ini akan membahas tentang wakaf dan hukum yang mengatur wakaf itu sendiri.

Pengertian wakaf

Kata wakaf sendiri berasal dari kata bahasa Arab yaitu kata Waqf. Kata tersebut merupakan sebuah kata masdar atau kata benda yang tak terhingga. Kata ini dapat diartikan sebagai menahan, diam da juga berhenti. Kata tersebut bisa digabung dengan kata lainnya.

Jika kata wakaf dihubungkan dengan kata benda seperti binatang, bangunan, tanah atau kata benda lainnya, maka kata tersebut dapat berarti pembekuan terhadap hak milik suatu benda tersebut yang kemudian memiliki manfaat tertentu.

Jika dilihat dari sudut pandang syariah islam, kata wakaf ini dapat didefinisikan sebagai penahanan terhadap hak milik atas benda atau materi yang berguna untuk menyedekahkan manfaat dari benda tersebut. Pengertian wakaf antar ulama memiliki pengertian sendiri.

Berikut ini beberapa pengertian wakaf berdasarkan definisi ahli fiqh.

1. Hanafiyah

Menurut Hanafiyah, wakaf bisa diartikan sebagai penahanan materi atau benda (al-ain) yang dimiliki oleh wakif (orang yang melakukan wakaf) serta mewakafkan manfaat dari benda tersebut untuk siapapun dengan tujuan kebaikan (Ibnu al-Humam, 6:203).

2. Malikiyah

Pengertian wakaf menurut Malikiyah ini adalah memberikan manfaat dari suatu materi yang dimiliki seseorang dalam kondisi apapun untuk orang lain yang berhak menerimanya dengan satu perjanjian (shighat). Perjanjian tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan oleh wakif sebelumnya.

Dalam definisi ini wakaf bisa diartikan sebagai pemberian waktu tertentu kepada orang yang berhak memanfaatkan materi yang sudah diwakafkan tersebut.

3. Syafi‘iyah

Selanjutnya menurut Syafi‘iyah, wakaf dapat diartikan sebagai menahan suatu harta atau materi yang memiliki manfaat tertentu, dan benda tersebut bersifat kekal. Cara mewakafkan menurut Syafi‘iyah ini adalah memutus hak kepemilikan atau pengelolaan seorang wakif.

Kemudian diserahkan kepada Nazhir yang sudah dibolehkan oleh Syariah. Dalam pengertian ini, materi atau harta yang bisa diwakafkan adalah harta yang tidak mudah rusak dan dapat digunakan manfaatnya secara berulang kali.

4. Hanabilah

Definisi wakaf dari para ahli fiqh selanjutnya ini berarti penahanan asal harta seperti tanah yang disedekahkan manfaat dari harta tersebut.

Menurut Undang Undang No. 41 Tahun 2004, wakaf merupakan sebuah perbuatan yang dilakukan oleh hukum Wakif yang bertujuan untuk memisahkan serta menyerahkan sebagian harta yang dimiliki untuk dimanfaatkan untuk keperluan ibadah.

Dan juga digunakan untuk kesejahteraan masyarakat umum menurut syariah dengan waktu selamanya atau waktu tertentu. Dari kesimpulan yang sudah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa wakaf merupakan sebuah perbuatan dalam menyedekahkan suatu benda atau harta lainnya.

Benda tersebut memiliki manfaat yang bisa digunakan untuk kesejahteraan orang lain dalam kurun waktu tertentu.

Hukum Mewakafkan Harta

Dalam melakukan wakaf terhadap benda yang dimiliki memiliki aturan tersendiri yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang tersebut.

Hukum mewakafkan harta sendiri termasuk ke dalam Sunnah muakkad. Yang berarti wakaf adalah sebuah amalan Sunnah yang dianjurkan untuk dilaksanakan.

Karena wakaf memiliki manfaat yang sangat berguna bagi kehidupan di dunia maupun di akhirat. Orang yang mewakafkan hartanya akan mendapatkan sedekah jariyyah, yang mana pahala sedekah tersebut akan terus didapatkan meskipun sudah meninggal.

Hukum dalam mewakafkan harta benda sendiri dibuat berdasarkan Al-Qur’an. Hukum wakaf di Indonesia dibuat berdasarkan Surat Al-Hajj dalam Al-Qur’an ayat 77 serta Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 92. Kedua ayat tersebut dijadikan landasan dari pembuatan peraturan pemerintah.

Yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 yang berisi pelaksanaan Undang Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang hukum positif wakaf. Di dalam Undang Undang tersebut mengatur berbagai hal tentang wakaf itu sendiri.

Hukum Menurut Al-Qur’an dan Hadist

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hukum mewakafkan harta ini tercantum dalam Al-Qur’an. Selain itu juga terdapat beberapa hadits yang mengatur hukum wakaf ini. Berikut ini beberapa sumber hukum wakaf yang dirujuk dari Al-Qur’an dan Hadits.

1. Hukum Wakaf Menurut Al-Qur’an

Wakaf di dalam Al-Qur’an sendiri tercantum di dalam beberapa surat dalam ayat tertentu. Berikut ini beberapa surat dalam Al-Qur’an yang mencantumkan tentang wakaf.

a. Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 92

Dalam Al-Qur-an surat Ali Imran ayat 92, Allah menyebutkan bahwa:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92)

Ayat ini dapat diartikan sebagai jika seseorang tidak menginfakkan harta yang dimiliki dan sangat dicintai, maka orang tersebut tidak akan mendapatkan kebajikan dari Allah SWT.

b. Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah Ayat 2

Dalam surat Al-Ma’idah Ayat 2 menjelaskan bahwa wakaf dapat dikategorikan sebagai bentuk tolong menolong antar sesama manusia dalam hal kebaikan serta ketakwaan dari masing masing orang. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah Ayat 2, Allah SWT menyebutkan.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْۘا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridhaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.

c. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 267

Dalam surat ini disebutkan bahwa sebagai umat muslim yang beriman wajib untuk memberikan sedikit harta atau materi yang dimiliki. Berikut ini arti dari Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 267:

“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267)

d. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 261

Dalam surat ini, disebutkan perumpamaan dari orang yang menyedekahkan sebagian harta di jalan Allah. Yaitu diumpamakan sebagai sebutir benih dan akan tumbuh menjadi 7 bulir. Setiap bulir tersebut menjadi seratus biji. Allah SWT senantiasa melipatgandakan apa yang sudah diwakafkan.

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)

Sebenarnya tidak disebutkan dengan jelas mengenai wakaf, akan tetapi ayat ayat dalam surat tersebut telah menyiratkan apa yang didapatkan dan hukum dari bersedekah.

2. Hukum Wakaf Menurut Hadits

Hadits yang berbicara tentang wakaf serta menjadi sebuah dasar dari wakaf adalah hadits yang membicarakan tentang kisah yang dialami oleh Umar bin Khattab saat mendapatkan tanah pada daerah Khaibar. Beliau meminta petunjuk pada Nabi.

Tentang apa yang harus dilakukan mengenai tanah yang diperoleh tersebut. Berikut ini bunyi hadits tersebut.

“Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”

Selain itu, ada hadits lain yang berdasarkan riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah. Yang menyebutkan bahwa jika seseorang meninggal, hanya 3 amalan yang tidak putus, yaitu sedekah jariyyah, ilmu pengetahuan yang masih bermanfaat, serta anak sholeh yang selalu mendoakannya.

“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”

Tabung Pahala Berlipat dengan Wakaf di Yatim Mandiri

Dengan mewakafkan harta yang dimiliki, maka akan selalu mendapatkan pahala dari harta yang sudah diwakafkan tersebut. Karena harta yang diwakafkan tersebut masih digunakan hingga waktu yang lama, dan digunakan untuk beribadah atau kegiatan yang baik lainnya.

Hukum mewakafkan harta yang sudah dijelaskan tersebut dapat menjadi sebuah acuan dalam melakukan wakaf. Yayasan Yatim Mandiri dapat menjadi perantara wakaf yang terpercaya dan sudah memiliki kredibilitas. Silahkan kunjungi www.yatimmandiri.org/donasi untuk informasi lebih lanjut.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top