Kisah Sukses

Disabilitas Bukan Batas, Slamet PM Program Disabilitas Hafidz Qur’an

Berdedikasi untuk berjuang di jalan Allah membawa Slamet Hidayatullah tekun mempelajari al Quran. Menghafal juga mengamalkannya. 

Keterbatasan fisik yang ia miliki bukan menjadi penghalang untuk dirinya belajar di salah satu pondok di Tuban. “Karena keterbatasan ini dulu saya sudah cari sekolah. Sehingga baru lulus SMP usia 18 dan langsung masuk pondok sampai usia 24 tahun,” cerita pria yang akrab disapa Slamet ini.

Sejak saat itulah Slamet bertekad untuk mengajarkan dan mengamalkan Al-Quran. “Sejak dulu ingin punya tempat untuk mengajar mengaji sendiri,” ujarnya. 

Namun, sebelum pada akhirnya bisa memiliki tempatnya sendiri, Slamet mengajar di masjid dekat rumahnya. 

Griya Quran yang didirikannya menjadi tempat belajar untuk 32 anak usia sekolah dasar sampai remaja. Sebanyak 30  anak belajar membaca al Quran mulai dari iqro. Sedangkan dua lainnya belajar hafalan Al-Quran. 

Semua ia tangani sendiri. “Ada satu ustadzah yang mengajar Al-Quran. Kalau Iqro saya tangani sendiri,” ujar pria berusia 29 tahun ini. Meski kadang lelah, namun dirinya tak pernah menyerah. 

Tak mudah baginya menangani murid sebanyak itu. Apalagi dengan keterbatasan fisik yang ia miliki. Namun, baginya itu semua bukan batas. Malah menjadi pendorong dirinya untuk terus berbuat baik.

“Ada tiga pedoman hidup yang saya pegang. Yaitu surat Muhammad ayat , bermanfaat bagi orang lain, dan jika kita sudah berjuang di jalan Allah lurus saja. Fokus jangan melihat yang lainnya,. 

Bahkan saat ditanya, apakah dirinya merasa iri atau kekurangan, Slamet menjawab “Kalau iri soal dunia pada orang lain tentu tidak. 

Tapi kalau soal akhirat, tentu. Apalagi melihat teman-teman yang bisa mendirikan pondok pesantren. Kalau iri soal akhirat kan diharuskan, agar kita makin termotivasi,” jelasnya lantas tertawa.

Slamet pertama kali mengenal Yatim Mandiri dari saat mendapat bantuan untuk program disabilitas. Bantuan modal usaha yang ia dapatkan itu ia kelola menjadi sebuah warung kopi. “Karena saya tidak bakat dalam bidang usaha, akhirnya usaha tersebut tutup. Tapi sudah ada hasilnya. Hasilnya itulah yang saya jadikan modal untuk membangun Griya Quran,” cerita pria kelahiran Tarakan ini.

Redaksi YM News

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Menanam kebaikan di dunia, memanen kebahagiaan di akhirat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *