Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Berdasarkan fatwa tersebut ada dua kemungkinan mengenai sah atau tidaknya hewan kurban yang terkena wabah PMK. Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Soleh mengatakan, panduan tersebut penting sebagai pedoman bagia masyarakat, termasuk pekurban dan tenaga kesehatan.
“Hukum kurban dengan hewan yang terkena PMK itu dirinci sebagai hewan dengan gejala klinis ringan dia memenuhi syarat,” ujarnya seperti dikutip dari Antara, Sabtu (11/6).
Berikut panduan rinci MUI soal hewan kurban di tengah wabah PMK:
Hewan kurban gejala berat ditandai dengan lepuh pada kuku dan membuat kuku terlepas. Kondisi ini menyebabkan hewan tidak bisa jalan atau pincang.
Hewan Telah Sembuh
Lain halnya jika hewan kurban tersebut bergejala berat namun telah kembali dinyatakan sehat pada masa diperbolehkannya berkurban, yaitu tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah sebelum azan Maghrib. Berdasarkan fatwa MUI, hewan tersebut dinyatakan sah untuk dikurbankan.
Namun apabila hewan tersebut sembuh dari PMK setelah melewati masa diperbolehkannya berkurban, maka penyembelihan hewan tersebut dianggap sebagai sedekah.
Ni’am menjelaskan bahwa syarat dan rukun kurban satu ketentuannya adalah hewan tersebut dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Dia mengatakan, ada ketentuan secara syar’i yang mendefinisikan jenis sakit dan juga jenis cacat yang boleh untuk kurban.
“Tidak semua jenis sakit itu tidak boleh, dan tidak semua jenis cacat juga tidak boleh,” ujarnya.
Dia mengatakan, kondisi sakit yang ringan dan kondisi cacat yang ringan bisa memenuhi keabsahan kurban. Syaratnya yaitu tidak mempengaruhi tampilan fisik atau kualitas daging hewan kurban tersebut.
Jangan ragu tunaikan Qurban tahun ini, mari siapkan Qurban terbaik. InsyaAllah, Yatim Mandiri menjalankan proses program qurban sesuai dengan protokol kesehatan anjuran pemerintah di masa wabah PMK berdasarkan Fatwa MUI No. 32 Tahun 2022.