Hukum kurban nazar harus diketahui bagi umat Islam, terlebih sebentar lagi adalah hari raya Idul Adha. Lalu, bagaimanakah hukumnya?
Dalam agama Islam, praktik kurban nazar menjadi salah satu topik yang seringkali memicu diskusi dan kontroversi.
Pertanyaan esensial yang sering muncul adalah bagaimana hukum kurban nazar itu sendiri? Apakah ibadah tersebut adalah sebuah kewajiban yang diamanatkan oleh agama?
Sebagian masyarakat meyakini bahwa pelaksanaan kurban nazar merupakan bagian tak terpisahkan dari ketaatan kepada agama, dengan landasan hukum yang kuat dalam sumber-sumber agama yang dihormati.
Namun, bagaimana hukum aslinya dalam Islam? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, baca artikel ini sampai habis, ya!
Hukum Kurban Nazar
Istilah “nazar” sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti “janji” atau “sumpah”. Nazar dilakukan ketika seseorang berkomitmen untuk melakukan suatu perbuatan sebagai tanda terima kasih atau sebagai upaya memohon kepada Tuhan agar suatu keinginan terkabul.
Dalam konteks ibadah kurban, kurban nazar adalah sebuah tindakan memberikan kurban sebagai wujud dari nazar seseorang sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang diterima dari Tuhan.
Sebagai contoh, ada orang yang meminta kepada Allah untuk menyembuhkan penyakit ibunya, ketika ibunya sembuh, ia bernazar atau berjanji untuk mengurbankan seekor kambing.
Nantinya, ketika Allah SWT sudah mengabulkan permohonannya, maka orang tersebut harus memenuhi nazar yang dibuat dengan benar-benar melakukan kurban kambing di hari raya Idul Adha.
Pertanyaannya, apakah kurban nazar ini wajib dilakukan? Jawabannya adalah iya. Dalam Islam, hukum kurban nazar adalah wajib.
Pasalnya, pelaksanaan kurban nazar adalah bentuk pemenuhan janji yang sudah dibuat oleh seorang Muslim kepada Allah SWT.
Di samping itu, esensi kurban nazar juga untuk membangun hubungan spiritual antara manusia dengan Tuhan, di mana seseorang berkomitmen untuk melakukan suatu perbuatan sebagai wujud penghargaan atau harapan atas karunia yang diterima.
Perbedaan Kurban Nazar dan Kurban Sunnah
Lalu apa yang membuat kurban nazar dan kurban sunnah itu berbeda? Terdapat perbedaan antara kurban nazar dan kurban sunnah baik dari segi asal muasalnya dan hukumnya.
1. Kurban Nazar
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, kurban nazar adalah kurban yang dilakukan untuk memenuhi janji kepada Allah. Kurban ini dilakukan ketika hajatnya telah dipenuhi oleh Allah SWT sebagai ungkapan rasa syukurnya.
Kurban nazar menjadi wajib bagi orang yang bernazar, karena ibadah ini merupakan bagian dari janji yang sudah diucapkan kepada Allah.
Contoh dari kurban nazar misalnya, seseorang yang berjanji untuk mengurbankan hewan tertentu jika doanya terkabul.
2. Kurban Sunnah
Sementara kurban Sunnah adalah kurban yang dilakukan sebagai tindakan yang dianjurkan oleh agama Islam, tanpa adanya nazar atau janji terlebih dahulu.
Kurban sunnah tidak menjadi kewajiban bagi umat Islam, namun dianjurkan untuk dilakukan sebagai amal ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kurban sunnah biasanya dilakukan pada hari raya Idul Adha, dan merupakan bagian dari ibadah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Dengan demikian, perbedaan utama antara kurban nazar dan kurban sunnah dalam Islam terletak pada tujuan dan hukumnya.
Hukum Mengonsumsi Daging Kurban Nazar
Lalu, bagaimanakah hukum mengonsumsi daging kurban yang sudah dinazarkan? Apakah boleh dimakan? Atau justru dilarang?
Terkait dengan hal ini, Ustaz Ahmad Zarkasih yang merupakan seorang pakar fiqih menjelaskan bahwa, berdasarkan penafsiran kitab Kifayatul Akhyar, orang yang berkurban nazar tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi daging hewan yang sudah dikurbankan.
Jadi, ketika seseorang membuat nazar untuk berkurban dan kemudian ia benar-benar melaksanakan nazar dengan menyembelih hewan kurban, maka orang tersebut tidak diizinkan untuk mengonsumsi daging kurbannya.
Menurut penjelasan Ustaz Zarkasih, dalam salah satu kajiannya, beliau menyebutkan bahwa “Orang yang berkurban karena tujuan nazar, maka tidak diizinkan untuk menyantap sedikit pun daging kurban yang sudah ia sembelih berdasarkan nazar.”
“Namun jika kurban yang dilakukan bukan karena nazar, maka pekurban diizinkan untuk mengonsumsi dagingnya.”
Ustaz Zarkasih juga menjelaskan bahwa menurut Imam Taqiyuddin, hewan kurban yang telah dinazarkan tidak lagi menjadi milik orang yang bernazar.
Oleh karena itu, hukum kurban nazar bagi si penazar adalah tidak berhak untuk mengonsumsi daging kurban tersebut.
Orang yang Mendapatkan Daging Kurban
Menurut aturan dalam agama Islam, orang-orang yang berhak menerima bagian dari daging kurban nazar termasuk dalam kategori-kategori yang membutuhkan, di antaranya adalah:
1. Fakir Miskin
Orang-orang yang hidup dalam kondisi kemiskinan dan tidak memiliki cukup sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, termasuk makanan, adalah penerima utama dari daging kurban.
Baik daging kurban nazar atau yang disunnahkan, fakir miskin berhak mendapatkan daging. Pemberian daging kurban kepada fakir miskin adalah bentuk kepedulian terhadap mereka yang membutuhkan bantuan.
2. Janda
Wanita yang telah kehilangan suami atau yang menjadi kepala keluarga tunggal juga termasuk dalam kategori yang berhak menerima daging kurban.
Hal ini karena janda seringkali mengalami kesulitan ekonomi yang lebih besar dan memerlukan bantuan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka sehingga pemberian daging kurban nazar akan sangat membantu.
3. Yatim Piatu
Menurut hukum kurban nazar, anak-anak yang kehilangan salah satu atau kedua orang tua mereka juga termasuk dalam penerima daging kurban.
Yatim piatu sering kali rentan terhadap kondisi sosial dan ekonomi yang sulit, sehingga pemberian daging kurban dapat membantu menyediakan nutrisi dan dukungan bagi mereka.
4. Tetangga Kurang Mampu
Pemberian daging kurban juga dapat diperuntukkan bagi tetangga-tetangga sekitar yang diketahui mengalami kesulitan keuangan atau kurang mampu. Hal ini mencerminkan nilai-nilai solidaritas dan kepedulian terhadap sesama di dalam komunitas.
5. Keluarga yang Membutuhkan
Keluarga yang menghadapi kesulitan ekonomi atau mengalami krisis finansial juga berhak menerima bagian dari daging kurban.
Memberikan daging kurban kepada mereka dapat sedikit membantu untuk mengatasi kesulitan yang mereka alami dan menyediakan makanan yang cukup untuk keluarganya.
6. Masyarakat Terdampak Musibah
Orang-orang yang terkena dampak bencana alam, konflik, atau kekurangan pangan juga merupakan salah satu yang berhak mendapat daging kurban. Daging kurban yang diberikan kepada masyarakat terdampak musibah tentu akan sangat disyukuri oleh mereka.
Setelah mengetahui bagaimana hukum kurban nazar, ada baiknya untuk segera dilaksanakan nazar tersebut mengingat hukumnya adalah wajib.
Nah, bagi Sahabat yang hendak menunaikan kurban, baik itu kurban nazar atau sunnah, Sahabat bisa kurban di Yayasan Yatim. Dengan senang hati, Yayasan Yatim akan menyalurkan daging kurban nazar kepada mereka yang sangat membutuhkan.