Apakah ibu hamil harus membayar fidyah ketika meninggalkan puasa di bulan Ramadhan? Ini hukum fidyah ibu hamil menurut para ulama!
Fidyah merupakan denda yang harus dibayarkan oleh umat muslim yang meninggalkan salah satu kewajibannya dalam berpuasa di bulan Ramadhan.
Sementara itu, ibu hamil diperbolehkan untuk tidak berpuasa namun diwajibkan untuk membayar fidyah. Lantas, bagaimana hukum fidyah ibu hamil?
Pada dasarnya, fidyah adalah bentuk keringanan dari Allah SWT yang diberikan kepada orang-orang tidak mampu untuk menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Nantinya, fidyah harus dibayarkan sesuai dengan jumlah hari di mana seseorang meninggalkan kewajibannya tersebut.
Ibu hamil yang mengalami kesulitan untuk melanjutkan puasanya tersebut, karena khawatir akan memengaruhi kesehatan anaknya yang ada di dalam kandungan, diperbolehkan untuk tidak berpuasa dulu.
Namun, ibu hamil harus membayar utang puasanya tersebut dengan membayar fidyah.
Hukum Membayar Fidyah Ibu Hamil Menurut Para Ulama
Sebenarnya, orang yang termasuk dalam kriteria ini bukan hanya ibu hamil saja, tapi orang tua renta, orang yang sedang sakit parah, dan ibu menyusui juga termasuk beberapa di antaranya.
Namun, untuk ibu hamil sendiri sudah sering dibahas oleh para ulama mengenai hukum membayar fidyahnya.
Ada beberapa ulama yang memiliki perbedaan pendapat, sehingga para umat muslim harus mengetahui pendapat dari masing-masing ulama ini.
Berikut adalah pendapat dari para ulama mengenai aturan fidyah ibu hamil dalam agama Islam:
1. Pandangan Imam Ahmad dan Imam Asy’Syafii
Imam Ahmad dan Imam Asy-Syafii adalah dua ulama yang mewajibkan qadha serta fidyah untuk dilakukan secara bersamaan.
Kelompok ulama ini memiliki pandangan sendiri mengenai kewajiban ibu hamil dalam membayar utang puasanya tersebut.
Baik Imam Ahmad dan Imam Asy-Syafii berpendapat bahwa ibu hamil yang mengkhawatirkan keselamatan dan kesehatan anaknya selama di dalam kandungan, diperbolehkan untuk tidak berpuasa, tapi mereka wajib membayarnya dengan qadha dan fidyah secara sekaligus.
2. Pandangan Abu Tsaur, Abu Ubaid, dan Hanafi
Berbeda dengan pendapat dari para ulama yang sebelumnya, untuk Abu Tsaur, Abu Ubaid, dan Hanafi sendiri berpendapat bahwa ibu hamil hanya perlu melakukan qadha untuk membayar utang puasanya tersebut.
Sementara untuk Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal juga sebenarnya setuju dengan pendapat ini, tapi hanya dengan alasan ketika ibu hamil mengkhawatirkan keselamatan janinnya ketika berpuasa.
3. Pandangan dari Beberapa Sahabat Nabi Muhammad SAW
Hukum fidyah ibu hamil selanjutnya disampaikan oleh beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW seperti Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas.
Kelompok sahabat nabi ini menyebutkan bahwa ibu hamil hanya perlu mengeluarkan fidyah untuk membayar utang puasanya.
Jadi, ibu hamil tidak diwajibkan untuk melakukan qadha setelah meninggalkan puasanya di bulan Ramadhan.
Ibu hamil hanya perlu memberi makanan kepada fakir miskin yang membutuhkannya.
4. Pandangan Ahli Fiqih Al-Allamah Syaikh Yusuf Al Qaradhawy
Ahli fiqih Al-Allamah Syaikh Yusuf Al Qaradhawy memberikan jalan keluar yang paling mudah kepada para ibu hamil yang meninggalkan puasanya di bulan Ramadhan.
Beliau menyebutkan bahwa ibu hamil yang sulit berpuasa di bulan Ramadhan dapat membayarnya dengan mengeluarkan fidyah.
Namun, bagi ibu hamil yang masih ada waktu atau kesempatan lain (tidak hamil lagi dalam waktu yang berdekatan) untuk membayar puasa tersebut dengan melakukan qadha, maka mereka diwajibkan untuk membayar puasanya dengan melakukan qadha.
Artikel pilihan: Hukum dan Cara Membayar Fidyah bagi Orang yang Meninggal
Cara Membayar Fidyah Ibu Hamil yang Benar
Selain ibu hamil, wanita dalam masa nifas juga diperbolehkan untuk meninggalkan puasa wajib saat bulan Ramadhan.
Hal ini terjadi bukan tanpa alasan mengingat ibu hamil dan ibu menyusui sendiri membutuhkan tenaga serta energi yang lebih banyak untuk menjaga keselamatan janinnya.
Nantinya, ibu hamil yang meninggalkan puasa Ramadhan harus membayar utang puasanya tersebut dengan membayar fidyah.
Lantas, bagaimana cara membayar fidyah yang baik dan benar bagi ibu hamil? Berikut jawaban tepat mengenai pertanyaan tersebut:
1. Ucapkan Niat dalam Hati
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَ
Bacaan di atas merupakan niat yang dapat diucapkan oleh para ibu hamil sebelum membayarkan fidyahnya.
Niat ini bisa diucapkan dari dalam hati saja, sehingga ibu hamil tidak perlu mengucapkannya secara lantang.
2. Hitung Takaran Fidyah dengan Benar
Setelah membaca niat, penting untuk dilakukan menghitung takaran fidyahnya dengan benar.
Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa fidyah harus dibayarkan dalam jumlah 1 mud (675 gram) atau 0,75 kg.
Nantinya, besaran fidyah ini dapat disesuaikan dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan oleh setiap ibu hamil.
Jadi, semakin banyak hari yang ditinggalkan, maka semakin banyak juga fidyah yang harus dibayarkan.
Artikel lainnya: Takaran dan Tata Cara Bayar Fidyah dengan Beras
3. Memberi Makanan Pokok kepada Fakir Miskin
Fidyah dapat diberikan dalam bentuk makanan pokok mentah maupun matang. Jenis makanan pokok mentah yang sering diberikan sebagai bentuk pembayaran fidyah adalah beras.
Nantinya, makanan pokok ini bisa dibagikan kepada kaum fakir miskin yang sedang membutuhkannya.
Ibu hamil harus mengetahui informasi ini, agar mereka bisa semakin paham akan kewajibannya dalam membayar utang puasa.
Pada dasarnya, fidyah ibu hamil harus dibayarkan ketika seorang ibu hamil sudah meninggalkan puasanya di bulan Ramadhan.