4 Rukun Jual Beli dalam Islam Agar Sah dan Berkah

Memahami rukun jual beli dalam Islam akan memberi keberkahan dalam setiap transaksi yang dilakukan sesuai syariat agar berkah.


Rukun jual beli dalam Islam menjadi pondasi penting dalam setiap transaksi perdagangan yang dilakukan oleh umat Muslim.

Ada empat rukun jual beli Islam, semuanya akan dibahas secara terperinci dalam artikel ini.

Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Al-Baqarah Ayat 275 yang menyatakan bahwa Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.

Dalam Islam, jual beli atau perdagangan sering disebut dengan kata al-bay’u atau al-tijarah.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang rukun jual beli dalam Islam ada baiknya membaca ulasan di bawah ini hingga selesai.

Dengan begitu, proses jual beli yang dilakukan salam bantu apapun bisa berjalan dengan baik dan barokah.

Definisi Jual Beli dalam Bahasa Arab

Dalam bahasa Arab, konsep jual beli dikenal dengan istilah “al-bai’”. Secara linguistik, al-bai’ berarti proses memindahkan hak milik suatu benda melalui akad saling mengganti atau bisa juga diartikan sebagai tukar menukar barang, dikenal juga dengan istilah barter.

Namun, jika dilihat dari perspektif istilah, al-bai’ memiliki interpretasi yang lebih mendalam. Menurut Imam Hanafi, jual beli adalah pertukaran suatu harta dengan harta lain dengan cara tertentu.

Sementara Imam Syafi’i mendefinisikannya sebagai pertukaran harta benda dengan harta benda lain yang keduanya dapat dikendalikan, dengan ijab dan qabul sesuai dengan cara yang diizinkan oleh syariat.

Definisi ini menekankan bahwa jual beli melibatkan interaksi aktif antara dua belah pihak yang terlibat dalam transaksi.

Dengan demikian, jual beli dalam konteks ini bukan hanya sekedar pertukaran fisik, tetapi juga melibatkan perubahan status kepemilikan yang bersifat permanen.

Ayat Al-Qur’an Tentang Jual Beli

QS Al-Baqarah: 275

Arab: الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Latin: “Allaziina ya’kuluunar ribaa laa yaquumuuna illaa kamaa yaquumullazii yatakhabbathuhush shaitaanu minal massi dzalika bi-annahum qooluu innamal bai’u mitslur ribaa wa ahlallallahu albai’a wa harramar ribaa”

Terjemahan: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

QS Al-Ma’idah: 90

Arab: يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ والأَنْصَابُ والأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Latin: “Yaa ayyuhaallaziina aamanuu innamaal khamru wal maisiru wal ansaabu wal azlaamu rijsum min ‘amalish shaitaani fajtanibuhu la’allakum tuflihuun”

Terjemahan: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras (khamar), berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Rukun Jual Beli dalam Islam

Sebelum melakukan transaksi jual dan beli ada baiknya memahami apa saja rukun dalam Islam. Pahami setiap poin di bawah ini agar bisa melakukan transaksi dengan lebih aman dan berkah.

1.   Penjual

Dalam transaksi menurut Islam, salah satu rukun jual beli dalam Islam yang esensial adalah adanya penjual.

Penjual dalam konteks ini harus memenuhi beberapa kriteria agar transaksi dianggap sah.

Para ulama sepakat bahwa salah satu syarat utama adalah penjual harus memiliki ahliyah atau kemampuan hukum untuk melakukan transaksi muamalah.

Ahliyah ini mencakup aspek berakal, yang berarti penjual harus memiliki kemampuan mental yang sehat. Selain itu, penjual juga harus baligh atau telah mencapai usia dewasa.

Dengan syarat ini, transaksi yang dilakukan oleh seseorang yang tidak berakal atau belum baligh dianggap tidak sah.

2.   Pembeli

Dalam konteks jual beli menurut syariat Islam, pembeli merupakan salah satu rukun yang tak terpisahkan.

Sebagai pihak yang melakukan pembelian, pembeli memiliki peran penting dalam menentukan sah tidaknya suatu transaksi.

Sama seperti penjual, pembeli juga harus memenuhi syarat ahliyah, yaitu memiliki kemampuan hukum untuk melakukan transaksi.

Hal ini mencakup kemampuan mental yang sehat dan telah mencapai usia baligh.

Transaksi yang dilakukan oleh seseorang yang tidak memenuhi syarat ini dianggap tidak sah.

Selain itu, pembeli harus sepakat dengan harga yang ditawarkan oleh penjual dan menyerahkan nilai tukar sesuai kesepakatan.

Dengan demikian, keberadaan pembeli yang memenuhi syarat-syarat tersebut memastikan bahwa transaksi jual beli dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Islam.

3.   Ada Barang atau Jasa yang Dijual

Barang atau jasa ini harus memenuhi beberapa kriteria agar transaksi dianggap sah. Rukun jual beli dalam Islam ini wajib dipahami.

  • Pertama, barang atau jasa yang diperjualbelikan harus diketahui dengan jelas, baik jenis maupun jumlahnya.
  • Kedua, penjual harus memiliki hak atau kuasa untuk menjual barang atau jasa tersebut.
  • Ketiga, barang yang diperjualbelikan harus memiliki manfaat dan tidak haram. Sebagai contoh, dalam sabda Rasulullah SAW disebutkan, “Sesungguhnya Allah melarang jual-beli minuman keras, bangkai, babi, dan berhala.”

4.   Ijab dan Qabul

Dalam Islam, transaksi jual beli memerlukan beberapa rukun agar dianggap sah. Salah satu rukun penting adalah ijab dan qabul.

Ijab merupakan ucapan penjual yang menawarkan barangnya, sementara qabul adalah ucapan pembeli yang menerima tawaran tersebut.

Sebagai contoh, penjual bisa mengatakan, “Saya jual buku ini kepada Anda dengan harga 10 ribu rupiah tunai,” dan pembeli menjawab, “Saya beli buku yang Anda jual dengan harga tersebut tunai.”

Agar ijab dan qabul sah, antara keduanya tidak boleh ada pertentangan, baik dalam hal barang, harga, maupun cara pembayaran.

Selain itu, transaksi harus dilakukan oleh individu yang memiliki kapasitas hukum, seperti berakal dan baligh.

Baca juga :   Mengenal Apa itu Zakat Tijarah, Syarat dan Nishabnya

Larangan dalam Jual Beli Islam

Dalam jual beli yang sesuai dengan syariat Islam ada beberapa larangan yang harus benar-benar dipahami.

Berikut larangan dalam jual beli Islam yang tidak boleh diabaikan.

1.   Jual Beli Riba

Dalam ekonomi Islam, Riba dilarang karena dianggap sebagai praktik yang eksploitatif. Riba, dalam bahasa Arab, berarti “bertambah” atau “melebihi” dan sering dikaitkan dengan bunga atau suku bunga yang tidak adil.

Meskipun ada perdebatan tentang apa yang sebenarnya merupakan Riba, prinsip dasarnya adalah bahwa pemberian atau penerimaan bunga dianggap sebagai dosa besar dalam Islam karena dapat meningkatkan kesenjangan antara kaya dan miskin.

Oleh karena itu, riba dilarang dalam hukum syariah untuk memastikan keadilan dalam pertukaran dan melindungi kekayaan masyarakat dari pertukaran yang tidak adil.

Tujuan utamanya adalah untuk mendorong amal dan membantu orang lain melalui kebaikan hati, meminimalkan keserakahan dan egoisme.

2.   Transaksi yang Tidak Sah

Dalam Islam, transaksi jual beli harus memenuhi syarat dan rukun tertentu agar dianggap sah. Transaksi yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dianggap tidak sah.

Sebagai contoh, transaksi yang dilakukan dengan objek yang haram, seperti minuman beralkohol, babi, dan bangkai, dianggap tidak sah.

Selain itu, transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan atau gharar, seperti membeli hasil pertanian yang belum panen atau anak sapi dalam kandungan, juga dianggap tidak sah.

Hal lain yang membuat transaksi tidak sah adalah adanya penipuan atau tadlis, di mana salah satu pihak menyembunyikan informasi dari pihak lain, sehingga menimbulkan kerugian.

Baca juga:   Mau Zakat? Cek dulu Cara Menghitung Zakat Perdagangan

Keutamaan Jual Beli yang Sah dan Berkah

 

Transaksi yang dilakukan dengan kejujuran dan integritas mendapatkan pujian dan berkah dari Allah. Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya kejujuran dalam bertransaksi.

Beliau berkata, “Pedagang yang jujur dan benar akan bersama para Nabi, orang-orang shalih, dan para syuhada.”

Selain itu, Rasulullah juga mengajarkan agar pedagang selalu berlaku adil dan penuh kasih sayang saat bertransaksi.

Dengan berdagang sesuai prinsip-prinsip Islam, seseorang tidak hanya mendapatkan keuntungan duniawi, tetapi juga pahala di akhirat.

Oleh karena itu, jual beli yang sah dan berkah dianggap sebagai salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah.

Dari apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah, bisa disimpulkan jika berjualan dengan tepat memberikan keberkahan. Jadi, jangan sekali-kali melakukan transaksi jual beli yang dilarang atau melanggar syariat.

Dalam setiap transaksi, memahami rukun jual beli dalam Islam adalah kunci untuk memastikan bahwa jual beli tersebut sah dan mendapatkan berkah.

Dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits, setiap Muslim diharapkan dapat melakukan transaksi yang sesuai dengan syariat.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top