Memahami mawaris dalam Islam sangat penting agar tidak terjadi masalah dalam keluarga khususnya rebutan harta. Simak pembahasan di sini!
Mawaris dalam Islam merupakan ilmu yang membahas pembagian harta warisan sesuai syariat. Pengetahuan ini memiliki peran penting dalam menjaga keadilan dan keharmonisan keluarga.
Sahabat, memahami mawaris bukan hanya tentang pembagian harta, tetapi juga menjalankan perintah Allah SWT. Ilmu ini mengatur secara rinci siapa yang berhak menerima warisan.
Dalam artikel ini, kita akan mengulas lebih dalam tentang arti, hukum, rukun, dan manfaat mempelajari mawaris.
Apa itu Mawaris dalam Islam?
Mawaris adalah ilmu yang membahas tentang pembagian harta warisan sesuai syariat. Ilmu ini juga dikenal dengan sebutan faraidh, yang berarti ketentuan atau bagian tertentu.
Mawaris mengatur perpindahan kepemilikan harta dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya. Harta yang diwariskan bisa berupa uang, tanah, atau hak milik lainnya yang sah secara syariat.
Dasar hukum mawaris dalam syariat Islam terdapat dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 7, yang mengatur peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris.
Mempelajari ilmu mawaris hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sudah ada yang mempelajari dan menguasainya, maka gugur kewajiban bagi yang lain.
Rasulullah SAW bersabda: “Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah, karena ia setengah dari ilmu, dan ia akan dilupakan, serta ia adalah yang pertama kali dicabut dari umatku.” (HR. Baihaqi)
Keutamaan mempelajari mawaris antara lain mencegah konflik keluarga, memastikan keadilan pembagian warisan, dan menjalankan perintah Allah SWT.
Dengan memahami mawaris, kita dapat membantu mewujudkan keharmonisan keluarga dan masyarakat, serta mendapatkan pahala sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Baca juga: Apakah Harta Warisan Wajib Dizakati? Begini Penjelasannya!
Dasar Hukum Mawaris
Sahabat, mari kita bahas dasar hukum mawaris dalam Islam yang menjadi landasan penting dalam pembagian harta warisan. Mawaris Islam diatur secara rinci dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Dasar hukum utama mawaris adalah Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 7, yang mengatur peralihan harta dari pewaris kepada ahli waris.
Ayat ini menegaskan hak laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan bagian warisan. Allah SWT berfirman:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya…” (QS. An-Nisa: 7)
Selain itu, Surah An-Nisa ayat 11-12 dan 176 juga memuat ketentuan rinci tentang pembagian warisan. Ayat-ayat ini menjelaskan besaran bagian untuk berbagai ahli waris.
Rukun Mawaris
Rukun dalam mawaris sangat penting untuk dipelajari dengan baik. Jika tidak, dikhawatirkan akan memicu konflik dalam keluarga.
1. Ahli Waris
Ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta peninggalan dari pewaris karena adanya hubungan kekerabatan atau pernikahan.
Menurut KHI pasal 171, ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Ahli waris dalam mawaris dalam Islam terbagi menjadi beberapa golongan, seperti:
- dzawil furudh (mendapat bagian tetap)
- ashabah (mendapat sisa harta warisan)
2. Pewaris
Pewaris atau al-muwarrits adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan. Dalam mawaris, pewaris harus benar-benar meninggal, baik secara hakiki, hukmi, maupun taqdiri.
Kematian pewaris menjadi syarat mutlak terjadinya pewarisan. Hal ini menjadi landasan penting dalam proses pembagian harta warisan sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Menjadi pewaris yang baik berarti meninggalkan ahli waris dalam keadaan berkecukupan. Hal ini mencerminkan tanggung jawab dan kasih sayang terhadap keluarga yang ditinggalkan.
3. Tirkah
Tirkah atau harta peninggalan merupakan rukun ketiga dalam mawaris dalam Islam. Tirkah adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris, baik berupa harta benda maupun hak-hak.
Menurut KHI pasal 171, harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
Dalam mawaris Islam, tirkah harus dibersihkan terlebih dahulu dari hak-hak yang terkait dengannya, seperti biaya pengurusan jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat.
Alasan Mendapat Warisan
Warisan tidak diberikan begitu saja tanpa sebab. Ada beberapa alasan mengapa seseorang mendapatkan warisan dari orang tua atau yang masih kerabat.
1. Memiliki Hubungan Keluarga
Dalam Islam, hubungan keluarga atau nasab merupakan alasan utama seseorang mendapatkan warisan. Hubungan nasab ini mencakup garis keturunan ke atas, ke bawah, dan ke samping.
Keutamaan hubungan keluarga dalam warisan dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Anfal ayat 75:
“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah.”
Ahli waris yang memiliki hubungan keluarga meliputi anak, orang tua, saudara, dan kerabat lainnya. Masing-masing memiliki bagian yang telah ditentukan dalam ilmu mawaris.
2. Wala’
Orang yang memerdekakan budak berhak menerima warisan dari budak yang dimerdekakannya jika budak tersebut meninggal.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya wala’ itu teruntuk orang yang memerdekakan.” (HR. Al-Bukhari). Hadits ini menunjukkan keutamaan memerdekakan budak dan hak waris yang menyertainya.
Meski saat ini praktik perbudakan sudah tidak ada, pemahaman tentang wala’ tetap penting khususnya berkaitan dengan mawaris dalam Islam.
3. Memiliki Hubungan Pernikahan
Hubungan pernikahan yang sah menjadi salah satu alasan seseorang berhak mendapatkan warisan. Suami dan istri saling mewarisi selama ikatan pernikahan masih berlangsung.
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 12: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.”
Hak waris karena pernikahan berlaku setelah akad nikah yang sah, meskipun belum terjadi hubungan suami istri. Namun, pernikahan yang tidak sah tidak menyebabkan adanya hak waris.
Penting untuk dicatat bahwa istri yang telah ditalak ba’in (talak tiga) tidak berhak menerima warisan.
Manfaat Mempelajari Mawaris
Pelajari perihal mawaris dalam Islam agar manfaatnya bisa didapatkan. Ini bukan perihal keadilan dalam warisan saja, tapi juga menjaga keharmonisan dengan keluarga.
1. Bisa Membantu Menghindari Konflik Pembagian Warisan
Mempelajari mawaris dapat membantu menghindari konflik dalam pembagian warisan. Dengan pemahaman yang baik, setiap ahli waris akan mengetahui hak dan kewajibannya.
Pembagian warisan telah diatur dengan rinci dalam syariat Islam. Dengan mempelajari mawaris, kita dapat memahami dan menerapkan aturan ini dengan benar.
Pengetahuan tentang mawaris Islam juga membantu menciptakan keharmonisan keluarga. Konflik dapat dihindari karena setiap pihak memahami bagiannya masing-masing sesuai syariat.
2. Bisa Mengelola Harta Warisan dengan Adil
Memahami mawaris memungkinkan kita untuk mengelola harta warisan dengan adil. Ilmu ini memberikan panduan rinci tentang pembagian harta sesuai dengan ketentuan syariat.
Dengan memahami ilmu mawaris, kita dapat memastikan keadilan dalam pembagian harta warisan. Hal ini penting untuk menjaga keharmonisan keluarga dan mencegah perselisihan.
Pengelolaan harta warisan yang adil juga mencegah kezaliman dan perebutan hak. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.
3. Kesejahteraan Keluarga Terjaga
Pembagian warisan yang adil memastikan setiap ahli waris mendapatkan haknya untuk menunjang kehidupan.
Pemahaman yang baik tentang mawaris membantu mewujudkan prinsip keadilan dalam pembagian harta warisan. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi keluarga.
Dengan terjaganya kesejahteraan keluarga, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih stabil dan harmonis sesuai dengan ajaran Islam.
Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Mawaris
Dalam mawaris Islam, ada beberapa hal penting lainnya yang perlu diperhatikan untuk memastikan pembagian warisan sesuai syariat.
Mari kita bahas hal-hal tersebut agar pemahaman kita lebih mendalam:
- kita harus mempertimbangkan adanya wasiat yang mungkin ditinggalkan oleh pewaris. Wasiat ini harus dilaksanakan terlebih dahulu.
- Kita perlu memahami konsep ‘aul dan radd dalam ilmu faraid. ‘Aul terjadi ketika jumlah bagian ahli waris melebihi total harta, sedangkan radd terjadi ketika ada sisa harta setelah pembagian.
- Memperhatikan adanya harta bersama dalam perkawinan. Pembagian harta bersama harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pembagian warisan.
- Perlu memahami perbedaan antara waris dan hibah. Hibah diberikan saat pewaris masih hidup, sedangkan waris dibagikan setelah pewaris meninggal.
- Harus mempertimbangkan adanya ahli waris pengganti atau mawali dalam sistem kewarisan Islam. Ini penting dalam kasus cucu yang yatim.
Memahami mawaris dalam Islam sangat penting, tapi pastikan untuk tetap mengeluarkan zakatnya. Jika ingin menunaikan kewajiban atau ingin paham perihal zakat, cek blog Yatim Mandiri.