Bolehkah Jual Beli Kredit dalam Islam? Ini Penjelasan Lengkapnya!

Jual beli kredit dalam Islam diatur dengan prinsip syariah agar tidak merugikan antara pembeli dan penjual. Bagaimana hukum & ketentuannya?

Dalam kehidupan sehari-hari, transaksi jual beli kredit sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Tapi, apakah Sahabat tahu bagaimana hukum jual beli kredit dalam Islam?

Sebenarnya, Islam tidak melarang jual beli secara kredit dengan catatan syarat ketentuannya telah terpenuhi.

Nah, umat muslim wajib mengetahui mengenai hal ini, agar tidak terjebak dalam praktik jual beli yang dilarang dalam Islam.

Maka dari itu, yuk simak hukum dan syarat jual beli kredit dalam Islam di penjelasan berikut ini!

Hukum Jual Beli Kredit dalam Islam

Sekilas, Sahabat pasti sudah tidak asing dengan praktik jual beli kredit. Secara singkat, jual beli ini dilakukan dengan metode pembayaran cicilan.

Misalnya, Sahabat membutuhkan laptop dengan harga Rp6.000.000, tetapi tabungan Sahabat masih belum tercukupi.

Mengingat kebutuhan ini mendesak, maka Sahabat membeli barang tersebut dan membayarnya dengan cara menyicilnya setiap bulan, sesuai kesepakatan di awal.

Nah, jual beli kredit dalam Islam sediri dikenal dengan beberapa istilah, di antaranya:

  1. Pertama, istilah yang paling umum digunakan adalah bai‘ taqsîth, merujuk pada sistem jual beli kredit dengan pembayaran dicicil.
    Dalam praktiknya, transaksi ini memberikan kemudahan bagi pembeli yang tidak memiliki dana tunai penuh untuk memperoleh barang yang diinginkan.
  2. Kedua, istilah bai’ bi al-tsamani al-âjil, yang berarti jual beli dengan pembayaran yang bertempo.
    Artinya, pembeli dan penjual sepakat mengenai jumlah pembayaran yang dilakukan secara berkala dalam periode tertentu.
  3. Ketiga, ada bentuk jual beli kredit lainnya dalam Islam yang dikenal sebagai bai’ urban, atau jual beli bertempo yang disertai dengan uang muka.
    Uang muka ini berfungsi sebagai bentuk keseriusan pembeli dan menjadi bagian dari nilai transaksi secara keseluruhan.

Islam memberikan ruang bagi jual beli kredit untuk mendukung kebutuhan ekonomi masyarakat yang tidak dapat melakukan pembayaran secara tunai. 

Namun, yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana memastikan bahwa transaksi ini tidak mengandung unsur riba, yang diharamkan dalam Islam.

Adapun menurut prinsip syariah, jual beli kredit sah jika syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli mengenai harga, waktu pembayaran, dan bentuk cicilan. 

Hal ini didasarkan pada prinsip muamalah Islam yang mengedepankan keadilan dan keseimbangan, tanpa merugikan salah satu pihak. 

Oleh karena itu, selama jual beli kredit tidak mengandung unsur penipuan, gharar (ketidakjelasan), atau riba, transaksi tersebut diizinkan dalam Islam.

Syarat dan Ketentuan Jual Beli Kredit dalam Islam

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa syarat dan ketentuan jual beli kredit dalam Islam diperbolehkan dengan catatan mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku.

Adapun syarat dan ketentuan jual beli kredit dalam Islam, yaitu sebagai berikut:

1. Barang yang Dijual Milik Sendiri

Syarat pertama dalam jual beli kredit menurut Islam adalah barang yang dijual harus dimiliki oleh penjual pada saat transaksi.

Penjual tidak boleh menjual barang yang belum menjadi hak miliknya atau tidak dalam penguasaannya. 

Prinsip ini untuk menghindarkan ketidakpastian dan menjaga kepercayaan antara penjual dan pembeli. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda:

“Janganlah engkau menjual sesuatu yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)

2. Barang yang Dijual Halal

Barang yang diperjualbelikan dalam jual beli kredit harus memenuhi kriteria halal dan tidak dilarang oleh syariat. 

Hal ini mencakup jenis barang yang bermanfaat dan tidak mengandung unsur haram, seperti produk berbahan dasar babi, minuman keras, narkotika, dan sejenisnya. 

Larangan jual beli barang haram ini bertujuan untuk melindungi umat Muslim dari praktik bisnis yang merugikan dan menjauhkan umat dari segala bentuk kemaksiatan. 

3. Jauh dari Praktik Riba

Islam melarang keras adanya unsur riba atau bunga dalam transaksi jual beli kredit. Hal ini juga sudah diatur dalam  quran surat Al-Baqarah ayat 275.

Riba adalah tambahan pembayaran yang diambil oleh penjual kepada pembeli sebagai bentuk keuntungan dari pembayaran yang tertunda. 

Dalam jual beli kredit, riba sering muncul dalam bentuk bunga atau penalti jika pembeli telat membayar cicilan. 

Mengapa riba dilarang dalam jual beli kredit dalam Islam? Sebab hal ini merugikan pihak yang berutang karena harus membayar lebih dari nilai barang aslinya. 

Dalam Islam, keuntungan dari jual beli harus berasal dari nilai barang atau jasa itu sendiri, bukan dari penambahan tanpa dasar yang jelas. 

4. Jatuh Tempo Pembayaran Jelas

Syarat jual beli cicilan dalam Islam selanjutnya, yaitu adanya kesepakatan yang jelas mengenai tenggat waktu atau jatuh tempo pembayaran. 

Tanggal atau periode pembayaran harus disepakati sejak awal oleh kedua belah pihak, sehingga tidak menimbulkan kebingungan atau perselisihan di kemudian hari. 

Dalam Islam, setiap akad harus bebas dari unsur ketidakpastian. Misalnya, dalam akad jual beli kendaraan dengan pembayaran cicilan selama 12 bulan.

Nah, tanggal jatuh tempo setiap bulannya harus jelas sejak awal. Jelasnya tempo pembayaran akan memudahkan pengelolaan keuangan bagi pembeli.

5. Tidak Ada yang Terpaksa

Islam menghendaki bahwa setiap transaksi jual beli harus dilakukan secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan. 

Artinya, baik penjual maupun pembeli harus menyetujui akad tanpa ada tekanan dari pihak luar atau ancaman. 

Jika salah satu pihak merasa terpaksa atau ditekan untuk melakukan transaksi, maka jual beli kredit dalam Islam dianggap tidak sah karena tidak memenuhi syarat keikhlasan yang diatur dalam syariat. 

6. Tidak Ada Bunga saat Terlambat Bayar

Dalam transaksi jual beli kredit, Islam melarang adanya denda atau bunga tambahan ketika pembeli terlambat melakukan pembayaran. 

Denda keterlambatan dianggap sebagai bentuk riba, karena penjual mendapatkan keuntungan tambahan atas keterlambatan yang dialami oleh pembeli. 

Praktik ini juga berpotensi memberatkan pembeli yang sedang menghadapi kendala keuangan. Sebagai gantinya, Islam menganjurkan agar penjual memberikan kelonggaran waktu pembayaran.

7. Serah Terima Barang di Waktu yang Sama

Jual beli kredit dalam Islam harus dilakukan dengan jelas, meskipun pembayaran dilakukan secara bertahap. 

Pembeli harus menerima barang sesuai dengan yang disepakati dalam akad, baik dalam hal kualitas maupun jumlah. 

Dalam jual beli kredit yang benar, barang biasanya diserahkan terlebih dahulu meski pembayaran belum lunas.

Namun, harus ada kejelasan bahwa barang tersebut diserahkan dalam kondisi yang sesuai dengan perjanjian awal.

Dengan cara ini, Islam memastikan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau tertipu.

8. Akad yang Jelas

Akad atau perjanjian dalam jual beli kredit harus disampaikan dengan jelas, termasuk harga, jumlah angsuran, waktu pembayaran, serta kondisi-kondisi lain yang relevan. 

Kejelasan akad ini juga bertujuan untuk meminimalisir konflik di kemudian hari dan memastikan bahwa kedua pihak memahami hak dan tanggung jawab masing-masing. 

Akad juga menjadi bentuk komitmen yang sah, yang mencerminkan transparansi dan keadilan dalam setiap transaksi.

Kondisi Jual Beli Kredit Saat Ini

Di era modern ini, jual beli kredit semakin populer sebagai metode pembayaran yang memudahkan banyak orang untuk memenuhi kebutuhan tanpa harus menunggu dana tunai tersedia. 

Kemudahan ini didukung oleh berbagai layanan keuangan, baik dari lembaga perbankan maupun perusahaan teknologi finansial (fintech), yang menyediakan beragam opsi pembayaran kredit. 

Berbagai barang seperti elektronik, kendaraan, bahkan kebutuhan rumah tangga kini bisa dibeli secara kredit, membuat jual beli kredit menjadi alternatif yang diminati masyarakat luas.

Namun, popularitas jual beli kredit ini juga menimbulkan beberapa dampak. Salah satu isu utama adalah praktik penetapan bunga atau tambahan biaya yang cukup tinggi.

Terutama pada layanan kredit yang berasal dari lembaga non-bank. Hal ini berisiko membebani konsumen dengan biaya yang jauh lebih tinggi dari harga asli barang. 

Selain itu, denda atau penalti keterlambatan pembayaran yang diterapkan oleh beberapa penyedia kredit juga dapat menambah beban finansial.

Bagi Sahabat yang memutuskan ingin melakukan jua beli kredit, pastikan untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Cobalah untuk memperhatikan bunga, denda, serta reputasi penyedia kredit.

Demikian penjelasan mengenai hukum, syarat, dan ketentuan jual beli kredit dalam Islam yang benar.

Jika disimpulkan, jual beli kredit dalam Islam diperbolehkan dengan catatan harus memenuhi semua ketentuan dan syaratnya.

Nah berbicara soal praktik jual beli, Sahabat yang memiliki bisnis atau usaha, jangan lupa untuk menunaikan zakatnya, ya!

Soal bayar zakat, Sahabat bisa mempercayakannya kepada Yatim Mandiri. Sebagai lembaga yang amanah, kami akan menjamin zakat Sahabat tersalurkan kepada asnaf sesuai dengan ketentuan.

Yatim Mandiri juga telah berpengalaman selama 30 tahun lebih dalam mengelola dan menyalurkan zakat. Jangan ditunda! Yuk, tunaikan zakat Sahabat sekarang juga!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Scroll to Top