Cara Rasulullah berpolitik bertujuan untuk kemaslahatan, bukan untuk kepentingan pribadi. Penting diteladani untuk nilai moral tinggi!
Politik menjadi suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan bermasyarakat ataupun bernegara.
Dalam konteks agama, Rasulullah SAW sudah melakukan berbagai aktivitas politik sejak mendakwahkan Islam. Cara Rasulullah berpolitik tentu tidak dengan menerapkan praktik atau strategi yang kotor.
Hal ini karena politik bertujuan untuk menghasilkan kebijakan dan keputusan yang tepat dalam kehidupan zaman Rasulullah SAW.
Politik yang diterapkan oleh Rasulullah SAW dijamin bersih dan tidak ada praktik yang melanggar syariat Islam.
Gaya Politik Rasulullah SAW
Sebagai utusan Allah, Rasulullah SAW mempunyai berbagai aspek kehidupan yang harus diteladani umat muslim. Salah satunya adalah gaya politik Rasulullah SAW yang memiliki tujuan untuk kemaslahatan umat.
Inilah cara Rasulullah berpolitik yang biasa dijadikan panduan dalam kehidupan bermasyarakat ataupun bernegara:
1. Selalu Bertujuan untuk Kemaslahatan Umat
Salah satu tujuan utama politik yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah untuk kemaslahatan banyak orang. Lebih dari itu, beliau lebih memilih untuk mementingkan kemaslahatan orang lain daripada dirinya sendiri.
Sifat mendahulukan orang lain inilah yang seringkali membuat Rasulullah SAW mengurungkan keinginannya. Seperti misalnya keinginan beliau yang sudah lama tidak diwujudkan untuk merenovasi Ka’bah.
Beliau terpaksa membatalkan keinginannya tersebut karena dikhawatirkan akan ditolak oleh masyarakat. Selain itu, kemungkinan memicu konflik diantara umat muslim yang bisa dibilang masih baru keislamannya.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ لَوْلَا أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ لَأَمَرْتُ بِالْبَيْتِ فَهُدِمَ فَأَدْخَلْتُ فِيهِ مَا أُخْرِجَ مِنْهُ وَأَلْزَقْتُهُ بِالْأَرْضِ وَجَعَلْتُ لَهُ بَابَيْنِ بَابًا شَرْقِيًّا وَبَابًا غَرْبِيًّا فَبَلَغْتُ بِهِ أَسَاسَ إِبْرَاهِيمَ Artinya, “Dari ‘Aisyah ra, bahwa Nabi Saw. berkata kepadanya, ‘Seandainya bukan karena keberadaan kaummu yang masih lekat dengan kejahiliyahan, tentu aku sudah perintahkan agar Ka’bah Baitullah dirobohkan lalu aku masukkan ke dalamnya bagian yang sudah dikeluarkan, aku akan jadikan (pintunya yang ada sekarang) rata dengan permukaan tanah, lalu aku buat pintu timur dan pintu barat dengan begitu aku membangunnya di atas pondasi yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim as.” (HR. al-Bukhari).
Sampai akhirnya, pada zaman Abdullah bin Zubair berhasil melakukan renovasi Ka’Bah sebagai kiblat umat muslim.
Agama Islam saat itu sudah berada dalam waktu cukup lama di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat sudah bisa memahami ide terkait perobohan untuk pembangunan Ka’bah kembali.
2. Mengutamakan Musyawarah
Cara Rasulullah berpolitik yang selanjutnya adalah dengan mengutamakan musyawarah bersama pihak terkait. Sebagai pemimpin, beliau tidak pernah menentukan keputusan sepihak sesuai keinginannya sendiri.
Rasulullah SAW selalu mencari solusi dari masalah yang ada melalui musyawarah yang dilakukan bersama. Beliau selalu mendengarkan pendapat yang disampaikan oleh para sahabat, bahkan menerima pendapat tersebut.
Contoh musyawarah di zaman itu ketika Rasulullah SAW mengajak musyawarah dalam menghadapi Perang Uhud. Beliau belum bisa mengambil keputusan, apakah sebaiknya berada di Madinah atau pergi menghadapi musuh.
Sebagian sahabat pun berpendapat bahwa sebaiknya keluar dari Madinah untuk menghadapi musuh. Mendengar pendapat tersebut, beliau menyetujuinya dan berangkat membawa pasukannya menuju arah musuh.
Contoh lain, Rasulullah SAW pernah melibatkan para sahabatnya untuk menanggapi Perang Khandaq. Beliau menyampaikan pendapat apakah sebaiknya berdamai dengan memberikan hasil panen buah-buahan Madinah.
Namun, pendapat yang disampaikan oleh Rasulullah SAW ditolak oleh Sa’ad Ibnu Ubadayah dan Sa’ad Ibnu Mu’az. Akhirnya, beliau mengikuti usul mereka untuk tetap melanjutkan perang dan tidak berdamai.
3. Gaya Politik Rasulullah SAW Jauh dari Praktik Pengkhianatan
Rasulullah SAW selalu berusaha untuk menghindari berbagai praktik pengkhianatan yang bisa saja terjadi. Praktik pengkhianatan ini sebaiknya tidak hanya dihindari untuk kawan, tetapi juga termasuk musuh atau lawan.
Contoh konkret yang tercatat dalam sejarah yaitu dalam menghadapi kondisi Perang Hudaibiyah. Pada waktu itu, beliau masih menepati perjanjian yang sudah dibuat bersama meski terdapat pengkhianatan.
Allah melarang Rasulullah SAW untuk menyerang sebelum adanya tindakan yang bisa membatalkan perjanjian. Sesuai yang tertulis dalam surah Al-Anfal pada ayat 58:
وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَىٰ سَوَاءٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ Artinya, “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS al-Anfal : 58).
4. Tidak Menerima Gratifikasi
Selain tidak berkhianat, cara Rasulullah berpolitik juga tidak menerima imbalan atau gratifikasi tertentu. Biasanya dilakukan oleh musuh supaya Rasulullah SAW tidak bisa memimpin umat ataupun melanjutkan dakwah.
Contohnya adalah lobi dari kaum musyrikin yang diberikan melalui paman Rasulullah SAW. Ini menawarkan berbagai macam kenikmatan duniawi sehingga melupakan urusan akhirat. Setelah itu, beliau pun menjawab, “Wahai paman, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, supaya aku meninggalkan misiku, pasti aku akan menolaknya dan akan terus berusaha walau aku mati dalam melaksanakannya.” (Ibnu Hisyam, as-Sirah li Ibni Hisyam, [Beirut: Dar al-Jayl, 1411], jilid II, hal. 101).
Sikap tegas yang diambil oleh Rasulullah SAW menunjukkan bahwa politik tidak boleh dipengaruhi oleh imbalan. Bukan hanya politik, sikap ini juga selalu diambil oleh beliau dalam menangani berbagai macam kasus.
5. Selalu Adil
Cara Rasulullah berpolitik selalu berdasarkan pada prinsip keadilan, baik untuk kaum muslim ataupun non muslim. Hal ini bisa dijadikan sebagai pondasi dalam sikap politik yang harus diteladani.
Seorang pemimpin memang harus memberikan perhatian penuh untuk kehidupan rakyatnya dan bersikap adil. Konsep adil dalam hal ini berarti tidak membedakan diantara mereka dan tidak berlaku sewenang-wenang.
Saat memutuskan suatu persoalan, Rasulullah SAW akan selalu menelaah secara detail. Berbagai pihak terkait akan dipertemukan sehingga mereka bisa menyampaikan masalah sebenarnya.
Dengan begitu, maka keputusan yang sudah diambil akan bermaslahat untuk semua.
Peran beliau dalam keadilan bisa dilihat ketika sedang mengunjungi Abu Bakar di kediamannya. Sesampainya di rumah Abu Bakar, ada seseorang yang tiba-tiba datang dan mengetuk pintu.
Orang tersebut diketahui beragama Kristen dan memang berniat untuk mencari Rasulullah SAW.
Hal ini karena ia sudah mendapat perlakukan dzalim dari Abu Jahal bin Hisyam yang berniat mengambil hartanya.
Rasulullah SAW langsung menginjakkan kaki untuk menemui Abu Jahal di rumahnya. Beliau meminta Abu Jahal untuk segera mengembalikan harta orang Nasrani yang sudah dirampas.
Tak berseleng lama, harta yang sudah dirampas langsung dikembalikan.
Kebijakan Politik Masa Rasulullah SAW
Rasulullah SAW diketahui mampu menyebarkan Islam di berbagai wilayah dan membangun peradaban di Madinah.
Keberhasilan yang sudah didapatkan tersebut tidak lepas dari kepiawaian Rasulullah SAW dalam berpolitik.
Nah, berikut ini adalah beberapa kebijakan politik Rasulullah SAW yang dapat diteladani saat memimpin Madinah:
1. Membuat Nota Kesepakatan untuk Hidup Bersama
Kebijakan yang pertama adalah membuat sebuah nota kesepakatan dengan komunitas lain untuk hidup bersama.
Bukan tanpa alasan, hal ini penting sebagai masyarakat majemuk yang berada dalam kawasan yang sama.
Selama memimpin Madinah, Rasulullah SAW selalu mengadakan musyawarah dengan beberapa komunitas penting. Salah satu hasil musyawarah tersebut adalah sebuah kesepakatan atau perjanjian damai.
Perjanjian yang dibuat adalah konsensus seluruh masyarakat Madinah agar saling menghargai, mendukung, dan bekerja sama.
Selain itu, perjanjian ini untuk menghilangkan dendam yang disebabkan oleh pertumpahan darah antara masyarakat Madinah.
Cara Rasulullah berpolitik ini dilakukan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang tentram dan damai. Selain itu, tentunya juga turut membela Kota Madinah dari berbagai serangan yang berasal dari luar.
2. Membangun Infrastruktur dengan Masjid Sebagai Pusat
Bukan hanya membuat nota kesepakatan, Rasulullah SAW juga membangun infrastruktur dengan masjid sebagai pusat dan simbolnya.
Ini sudah menjadi langkah utama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW setelah tiba di Kota Madinah.
Saat Rasulullah SAW berada di Madinah, penduduk Madinah khususnya kaum Anshar sudah banyak beragama Islam.
Mereka menawarkan rumahnya kepada Rasulullah SAW agar dijadikan tempat untuk istirahat. Tempat tersebut akhirnya menjadi masjid yang sangat nyaman untuk umat muslim di Madinah.
Pembangunan masjid tersebut sebenarnya tidak hanya bertujuan sebagai tempat istirahat ataupun beribadah. Masjid dijadikan tempat bermusyawarah untuk memecahkan berbagai macam permasalahan umat muslim.
Maka dari itu, bangunan masjid dibuat dengan sedemikian rupa sehingga nyaman ditempati.
3. Piagam Madinah
Pencapaian monumental Rasulullah SAW dalam bidang politik adalah Piagam Madinah pada tahun 622 Masehi. Ini sebenarnya merupakan perjanjian damai yang berhasil dicetuskan oleh Rasulullah SAW di Kota Madinah.
Perjanjian tersebut melibatkan 3 kelompok seperti penganut paganisme, Yahudi, dan Muslim. Selain 3 kelompok terbesar di Madinah, penyusunan naskahnya juga melibatkan semua kalangan masyarakat Madinah.
Isi piagam ini yaitu menetapkan kebebasan dalam memberikan pendapat, kebebasan beragama, larangan melakukan kejahatan, dan keselamatan harta benda.
Piagam Madinah dijadikan sebagai landasan konstitusi dan mengikat norma atau nilai masyarakat Madinah.
Maka tak heran, dalam dokumen yang satu ini juga mengandung nilai-nilai demokrasi yang penting. Nilai demokrasi tersebut meliputi kebebasan, persamaan, musyawarah, hak asasi manusia, toleransi, dan lainnya.
Perlu diketahui bahwa yang ada dalam Piagam Madinah masih sering dikutip sampai sekarang ini. Misalnya dibawakan oleh seorang tokoh dalam berpidato, membuat naskah peraturan, dan masih banyak lagi.
4. Membentuk Angkatan Perang
Kebijakan politik Rasulullah SAW yang terakhir adalah dengan membentuk angkatan perang. Beliau membentuk pasukan militer untuk menghadapi kaum kafir Quraisy Makkah.
Kabar mengenai berkembangnya Islam di Kota Madinah ternyata masih belum menghilangkan dendam kaum kafir Quraisy.
Kondisi tersebut ternyata mendapat perhatian dari peradaban besar seperti Persia dan Romawi. Apalagi Kota Madinah bisa dibilang masih belia sehingga sangat rentan terhadap serangan berbagai musuh.
Akhirnya, Rasulullah SAW membangun pasukan militer supaya bisa melindungi masyarakat Madinah.
Dengan adanya pasukan militer, masyarakat Madinah bisa merasa semakin aman terhadap serangan. Perintah berperang ini sendiri berasal dari spirit nasionalisme yang dimiliki oleh masyarakat Madinah.
Mereka siap berjuang hingga titik darah penghabisan demi mempertahankan wilayah serta penduduknya.
Cara rasulullah berpolitik sebenarnya termasuk sunnah tasyri’iyyah atau bukan syariat yang harus diikuti.
Meskipun begitu, sudah sepatutnya mengikuti sosok yang menjadi teladan hidup bagi umat muslim. Hal ini bertujuan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kekuasaan pribadi.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan sebagai umatnya meneladani sifat dan perilaku baik yang dicontohkan Rasulullah termasuk dengan berbagi kepada yang membutuhkan melalui platform donasi milik Laznas Yatim Mandiri.
Sedikit yang kita berikan, dapat memberikan manfaat yang begitu besar bagi orang yang berhak menerima.